ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS
PELANGGAN PADA FOTO
KOPI TABINA KAMPUS GLE GAPUI KABUPATEN PIDIE
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kunci keberhasilan penyelenggaraan jasa foto
kopi adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan menjawab segala
kebutuhan dan permasalahan pelanggan setiap saat, di manapun dan dalam kondisi
apapun secara cepat dan tepat. Oleh karena itu setiap organisasi yang bergerak
di bidang pelayanan jasa Foto Kopi dituntut untuk menempatkan orientasi kepada
kepuasan konsumen sebagai tujuan akhir.
Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama
untuk memenangkan persaingan dalam dunia usaha Foto Kopi yang semakin ketat adalah memberikan nilai dan
kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian jasa yang bermutu dan berkualitas.
Perubahan paradigma telah memaksa setiap organisasi pelayanan jasa foto kopi
baik pelayanan jasa foto kopi dalam skala besar dan skala kecil untuk melakukan
berbagai pembenahan. Kualitas layanan yang baik tidak hanya diukur dari
kemewahan fasilitas kelengkapan teknologi dan penampilan fisik petugasnya,
tetapi juga diukur dari efisiensi dan efektifitas serta ketepatan pemberian
pelayanan kepada konsumen.
Pemahaman-pemahaman mengenai organisasi layanan
jasa foto kopi yang mandiri, terkemuka dan berkualitas dalam memberikan
pelayanan harus diterapkan dalam mengelola organisasi layanan jasa Foto Kopi.
Pemahaman mengenai kemandirian adalah upaya mengembangkan dan meningkatkan
pelayanan organisasi layanan jasa Foto Kopi oleh organisasi layanan jasa. Foto Kopi itu
sendiri, terutama di bidang pelayanan
jasa dan pembiayaan jasa. Terkemuka berarti memposisikan dan memberikan eksis
organisasi layanan jasa foto kopi yang sejajar dengan organisasi layanan jasa
foto kopi lainnya yang telah maju di kabupaten pidie khususnya Gle Gapui.
Kualitas layanan adalah tenaga pengelola organisasi layanan jasa foto kopi yang
mempunyai kompetensi standar dari masing-masing profesi untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan responsiveness,
assurance, tangible, empathy dan reliability dalam memberikan kepuasan pelanggan.
Organisasi layanan jasa foto kopi Tabina
Kampus Gle Gapui adalah organisasi baru
yang dibentuk di bawah manajemen UD Tabina Kampus yang dipimpin oleh pak
Bachtiar dengan memfokuskan di bidang pelayanan jasa foto kopi di kawasan
kampus Jabal Ghafur Gle Gapui Sigli.
Dalam menjalankan organisasinya, Tabina Kampus mengemban
visi “menjadikan Tabina Kampus sebagai partner terpilih pada bidang pelayanan
jasa foto kopi secara menyeluruh dikomplek kampus Jabal Ghafur”, dan misi
“mengutamakan pengguna jasa foto kopi yang cepat tanggap terhadap kebutuhan
mahasiswa Universitas Jabal Ghafur khusus, menciptakan nilai untuk para
stakeholder dan mewujudkan fasilitas communication,
navigation dan surveillance (CNS)
yang berkualitas. Untuk mengembangkan visi dan misi tersebut, maka sasaran foto kopi tahun
2013 adalah:
1.
Pencapaian Pelayanan jasa foto kopi dan kinerja
peralatan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
2.
Mewujudkan foto kopi sebagai pusat jasa foto kopi
yang terkemuka di Jabal Ghafur
3.
Mengupayakan pencapaian pelayanan yang memberi
kepuasan yang sesuai dengan harapan pelanggan.
Fenomena dari bentuk-bentuk kualitas
layanan yang perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan
yaitu dengan memberikan pelayanan yang terdiri dari: pertama, fenomena
pelayanan yang responsif (responsiveness), yaitu tenaga pengelola Organisasi
layanan jasa foto kopi Tabina Kampus dalam memberikan pelayanan menyadari
pentingnya pelayanan yang menyenangkan dan ketangkasan dalam bekerja sesuai
dengan penguasaan bidang profesi kerja yang memberikan respon yang positif
dengan imej yang menyenangkan. Kedua, fenomena pelayanan yang meyakinkan (assurance)
yaitu tenaga pengelola Tabina Kampus memberikan pelayanan dengan melakukan
komunikasi dengan pelanggan memperlihatkan sikap ramah dan sopan, memberikan
jaminan akan kenyamanan sesuai mekanisme pelayanan, yang menjamin pelanggan
untuk loyal menggunakan jasa foto kopi Tabina Kampus. Ketiga, fenomena dari pelayanan bukti fisik (tangible),
yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa foto kopi Tabina Kampus dalam
memberikan pelayanan yang sesuai dengan penggunaan peralatan, perlengkapan dan
kemampuan karyawan melayani pelanggan. Keempat, fenomena dari pelayanan
empati (empathy) yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa foto
kopi Tabina Kampus dalam memberikan pelayanan menekankan adanya keseriusan,
kepedulian dan perhatian dalam memberikan pelayanan. Kelima,
fenomena mengenai pelayanan kehandalan (reliability), yaitu tenaga
pengelola organisasi layanan jasa foto kopi Tabina Kampus dalam
memberikan pelayanan bekerja secara cepat dalam proses pelayanan dan memberikan
pelayanan dengan tidak pilih kasih (adil dan tidak diskriminan) dengan
memberikan kepercayaan kepada konsumen akan pelayanan yang berkualitas.
Fenomena kualitas layanan menjadi tujuan dalam
memperbaiki pemenuhan kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima yaitu
terpenuhinya harapan, keinginan dan kebutuhan pelanggan. Harapan konsumen yaitu
cepat mendapatkan pelayanan, keinginan pelanggan yaitu pelayanan sesuai dengan
jangkauan pembiayaan yang dikenakan, dan kebutuhan pelanggan yaitu terpenuhinya
layanan yang berkualitas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti
tertarik memilih judul: “Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas
Pelanggan Pada Jasa Foto Kopi
Tabina Kampus Gle Gapui Kabupaten Pidie ”
1.2
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kualitas layanan yang terdiri dari daya
tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan pada jasa foto kopi Tabina Kampus Gle Gapui?
2. Diantara variable-variabel kualitas layanan manakah variabel yang dominan
berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pada jasa foto kopi
Tabina Kampus Gle Gapui?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas
layanan yang terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan
kehandalan terhadap loyalitas pelanggan
pada jasa foto kopi Tabina Kampus Gle Gapui.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kualitas layanan yang
dominan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pada jasa foto kopi
Tabina Kampus Gle Gapui.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi pimpinan organisasi
layanan jasa foto kopi Tabina Kampus Gle Gapui dalam
penerapan kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan.
2.
Sebagai bahan pembanding atau referensi bagi
peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya penelitian mengenai kualitas layanan
terhadap loyalitas.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jasa
2.1.1 Pengertian
Jasa
Jasa sebagai
proses dari pada produk, dimana suatu proses melibatkan input dan
mentrasformasikan sebagaioutput. Dua katagori yang diperoses oleh jasa adalah
orang dan objek. Sedangkan definisi jasa menurut Zeithaml dan Berry (Arief, 2007:11), “jasa
dianggap sebagai tindakan proses dan tampilan.”
Secara umum
Menurut Zeithaml and Berry (2007:19), jasa mempunyai
beberapa karakteristik khusus yang berbeda dengan barang, yaitu tidak berwujud,
tidak dapat dipisahkan antara proses produksi dengan konsumsi, mempunyai
tingkat variabel yang tinggi, tidak dapat disimpan dan tidak menyebabkan suatu
kepemilikan.
2.1.2 Konsep
Pengembangan Pola Pelayanan
Keberhasilan
program pelayanan tergantung pada penyelarasan kemampuan, sikap, penampilan,
perhatian, tindakan, dan tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Keberhasilan
dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan tidak terlepas dari kemampuan
dalam pemilihan konsep pendekatannya
2.1.3 Pengertian Pelayanan
Menurut Tjiptono (2002: 6), “pelayanan adalah setiap kegiatan dan manfaat yang dapat
diberikan oleh suatu pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan
tidak perlu berakibat pemilikan sesuatu”.
Berdasarkan
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah proses pemberian
bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang tidak berwujud dan
tidak berakibat pada pemilikan sesuatu pada jual beli barang-atau jasa sehingga
orang tersebut memperoleh sesuatu yang dinginkannya.
2.1.4 Pengertian
Kualitas Pelayanan
Berbicara
mengenai kualitas pelayanan, ukurannya bukan hanya ditentukan oleh pihak yang
melayani saja tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena
merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan
berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasannya.
Menurut Arief, (2007:118),”Menyatakan bahwa kualitas Pelayanan adalah tingkat
keunggulan yang di harapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Sedangkan Zeithaml, dan Dwayne (2004:103) mendefinisikan
bahwa : “Kualitas pelayanan adalah sebuah fokus evaluasi yang merefleksikan
persepsi pelanggan tetang kualitas pelayanan reliabilitas, Jaminan, tanggung
jawab, empety dan Fisik.”Untuk keperluan penelitian ini, maka pengukuran atas
kualitas pelayanan UD jasa foto kopi Tabina Kampus. Diukur berdasarkan lima
dimensi kualitas pelayanan diatas.
Berdasarkan
definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa pelayanan dapat
diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Serta ketepatan
penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Pelayanan
Menurut Nasution (2004:47) secara
garis besar terdapat dua jenis kulitas layanan yaitu:
1. Kualitas layanan internal
Kualitas layanan
internal berkaitan dengan interaksi jajaran pegawai perusahaan dengan berbagai
fasilitas yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan
internal, antara lain:
a. Pola manajemen umum
organisasi/perusahaan
b. Penyediaan fasilitas pendukung.
c. Pengembangan sumber daya manusia.
d. Iklim
kerja dan keselarasan hubungan kerja.
e. Pola insentif.
2. Kualitas pelayanan eksternal
Mengenai kualitas layanan kepada pelanggan
eksternal, kita boleh berpendapat bahwa kualitas layanan ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain:
a. Yang berkaitan dengan penyedian jasa
1) Pola layanan dan tata cara pembentukan
jasa tertentu.
2) Pola layanan distribusi jasa.
3) Pola layanan penjualan jasa.
4) Pola layanan dalam penyampaian jasa.
b. Yang berkaitan dengan penyediaan barang.
1) Pola
layanan dan pembuatan barang berkualitas atau penyadiaan barang berkualitas.
2) Pola
layanan pendistribusian barang.
3) Pola
layanan penjualan barang.
4) Pola
pelayanan purna jual
2.1.6 Prinsip-prinsip Kualitas Pelayanan
Pelayanan yang
diberikan akan berkualitas jika setiap Pelayanan telah dibekali Prinsip-prinsip
pelayanan. Berikut ini akan dijelaskan prinsip-prinsip pelayanan yang harus
dipahami dan dimengerti oleh Pelayanan, seperti yang diungkapkan oleh Kasmir (2005:279) yaitu:
1)
Berpakaian dan berpenampilan
Yaitu
Petugas harus mengenakan baju dan celana yang sepadan dengan kombianasi yang
menarik
2) Percaya
diri dan bersikap akrap, dan penuh dengan senyum
Yaitu
Petugas harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Bersikap akrap dengan
pelanggan seolah-olah sudah kenal lama
3) Menyapa
dengan lembut
Yaitu
Petugas harus segera menyapa dan kalau sudah bertemu sebelumnya usaha dengan
menyebut namanya , namun jika belum kenal dapat menyapa dengan menyebut
bapak/ibu apa yang dapat kami bantu
4) Tenang,
Sopan, Hormat, dan tekun
Yaitu
Petugas saat melayani pelanggan dalam keadaan tenang, tidak terburu-buru, sopan
santun dalam bersikap. Tujukan sikap menghormati palanggan, tekun mendengar, sekaligus berusaha
memahami keinginannya
5) Berbicara
Yaitu
Petugas dalam berkomunikasi dengan pelanggan gunakanlah bahasa Indonesia
yang benar atau bahasa daerah yang benar pula.
6) Bergairah
Yaitu
Petugas menujukan pelayanan yang prima, seolah-olah memang sangat tertarik
dengan keinginan dan kemauan pelanggan.
7) Jangan
menyela
Yaitu
Pada saat pelanggan sedang bicara, usahakan jangan menyela pembicara. Hindari
kalimat yang bersifat teguran atau sindiran
8) Mampu
menyakini pelanggan
Yaitu
Petugas harus mampu menyakini pelanggan dengan argumen-argumen yang masuk akal.
9) Jika
tidak sanggup
Yaitu
Jika pertanyaan atau permasalahan yang tidak sanggup dija-wab atau diselesaikan
oleh petugas, usahakan meminta bantuan kepada petugas yang mampu
2.1.7 Konsep Kualitas
Layanan
Tinjauan mengenai konsep kualitas
layanan sangat ditentukan oleh berapa
besar kesenjangan (gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan
pelayanan yang diterima, dibandingkan dengan harapan pelanggan atas pelayanan
yang harus diterima.
Menurut Parasuraman (2001:162)
bahwa konsep kualitas layanan yang
diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan
tersebut terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan
kehandalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh
berbagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman
masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi pelayanan
yang diharapkan (Ep = Expectation)
dan pelayanan yang dirasakan (Pp = Perception)
yang membentuk adanya konsep kualitas layanan. Lebih jelasnya dapat ditunjukkan
pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1
Penilaian Pelanggan terhadap Kualitas layanan
Sumber: Parasuraman (2004:162)
Parasuraman (2001:165) menyatakan bahwa konsep
kualitas layanan adalah suatu pengertian
yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan atau tidak memuaskan. Konsep
kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan yang diharapkan lebih
kecil daripada pelayanan yang dirasakan (bermutu). Dikatakan konsep kualitas
layanan memenuhi harapan, apabila
pelayanan yang diharapkan sama dengan yang dirasakan (memuaskan). Demikian pula
dikatakan persepsi tidak memenuhi harapan apabila pelayanan yang diharapkan
lebih besar daripada pelayanan yang dirasakan (tidak bermutu).
2.1.8 Unsur-unsur Kualitas Layanan
Setiap
organisasi modern dan maju senantiasa mengedepankan bentuk-bentuk aktualisasi
kualitas layanan. Kualitas layanan yang dimaksud adalah memberikan bentuk
pelayanan yang optimal dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, harapan dan
kepuasan dari masyarakat yang meminta pelayanan dan yang meminta dipenuhi
pelayanannya. Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang
berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan
istilah kualitas layanan “RATER” (responsiveness,
assurance, tangible, empathy dan
reliability). Konsep kualitas layanan RATER intinya adalah membentuk sikap
dan perilaku dari pengembang pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang
kuat dan mendasar, agar mendapat penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang
diterima.
Inti
dari konsep kualitas layanan adalah menunjukkan segala bentuk aktualisasi
kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan sesuai
dengan daya tanggap (responsiveness),
menumbuhkan adanya jaminan (assurance),
menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang
memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara
konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan.
Berdasarkan
inti dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan organisasi kerja yang
menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan aktualisasi layanan dalam
organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas
berbagai pelayanan yang diberikan oleh pegawai dalam memenuhi tuntutan
pelayanan masyarakat. Aktualisasi konsep “RATER” juga diterapkan dalam
penerapan kualitas layanan pegawai baik pegawai pemerintah maupun non
pemerintah dalam meningkatkan prestasi kerjanya.
Lebih
jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan
dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001:32)
sebagai berikut:
1.
Kehandalan (Reliability)
Setiap
pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan
pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan,
keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi,
sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang
memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang
diterima oleh masyarakat (Parasuraman, 2001:48).
Tuntutan
kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan
lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan
aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi
perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya.
Inti
pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal,
mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki
berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja
dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada
setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi
dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai,
handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya
(Parasuraman, 2001:101).
Kaitan
dimensi pelayanan reliability
(kehandalan) merupakan suatu yang sangat penting dalam dinamika kerja suatu
organisasi. Kehandalan merupakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari
pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian
pelayanan dapat terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan
tingkat pengetahuan yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang
kerja yang diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai
pengalaman kerja yang ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja.
Sunyoto (2004:16) kehandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan
pelayanan sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir
menuntut kualitas layanan yang tinggi sesuai kehandalan individu pegawai.
Kehandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari:
a.
Kehandalan
dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap
uraian kerjanya.
b.
Kehandalan
dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat keterampilan
kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien dan
efektif.
c.
Kehandalan
dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja yang dimilikinya,
sehingga penguasaan tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat,
mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya.
d.
Kehandalan
dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan yang
akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang ditunjukkan.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas layanan dari
kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan kehandalan pemberi
pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai
tersebut, sesuai dengan keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat
handal apabila tingkat pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan
pelayanan yang handal, kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai
dengan penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung setiap
pegawai untuk melaksanakan aktivitas kerjanya secara handal dan penggunaan
teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang handal untuk melakukan
berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai permasalahan kerja yang
dihadapinya secara handal.
2.
Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap
pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan
yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga
diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai
dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk
pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang
bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala
bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi,
sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman, 2001:52).
Tuntutan
pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan yang
diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan
yang menerima pelayanan. Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan apabila
menemukan orang yang dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur
atau mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas
secara bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk
mengikuti syarat pelayanan yang benar, sehingga kesan dari orang yang mendapat
pelayanan memahami atau tanggap terhadap keinginan orang yang dilayani.
Pada
prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi
atau aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat
ketanggapan atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan
tersebut dari orang yang menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut
baru dihadapi pertama kali, sehingga memerlukan banyak informasi mengenai
syarat dan prosedur pelayanan yang cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak
pegawai atau pemberi pelayanan seyogyanya menuntun orang yang dilayani sesuai
dengan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas yang tidak
menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh kesah dari
orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, berarti
pegawai tersebut memiliki kemampuan daya tanggap terhadap pelayanan yang
diberikan yang menjadi penyebab terjadinya pelayanan yang optimal sesuai dengan
tingkat kecepatan, kemudahan dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani
oleh pegawai (Parasuraman, 2001:63).
Suatu
organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas
pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat membutuhkan
penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan
dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas
layanan daya tanggap mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai
penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya
tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjelasan yang
mendetail, penjelasan yang membina,
penjelasan yang mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut
secara jelas dimengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara
langsung pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk
keberhasilan prestasi kerja.
Margaretha
(2003:163) kualitas layanan daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam
memberikan penjelasan, agar orang yang diberi pelayanan tanggap dan menanggapi
pelayanan yang diterima, sehingga diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya
tanggap sebagai berikut:
a.
Memberikan
penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut mengantar individu yang mendapat
pelayanan mampu mengerti dan menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima.
b.
Memberikan
penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substantif dengan persoalan
pelayanan yang dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
c.
Memberikan
pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang atau belum
sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan.
d.
Mengarahkan
setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani untuk menyiapkan,
melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi.
e.
Membujuk
orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap bertentangan,
berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Uraian-uraian
di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan dalam suatu
organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan daya
tanggap atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya
tanggap dalam suatu organisasi berupa pemberian berbagai penjelasan dengan
bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat
diimplementasikan dengan baik, dengan sendirinya kualitas layanan daya tanggap
akan menjadi cermin prestasi kerja pegawai yang ditunjukkan dalam pelayanannya.
3.
Jaminan (Assurance)
Setiap
bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan.
Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari
pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan
merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas
tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran
dan kualitas layanan yang diberikan (Parasuraman, 2001:69).
Jaminan
atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan,
sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang
handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang
diterima. Selain dari performance
tersebut, jaminan dari suatu
pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat,
yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara serius dan
sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain
yaitu jaminan terhadap pegawai yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam
memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau
karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam memberikan pelayanan
(Margaretha, 2003:201).
Inti
dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada kepuasan
pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang
menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam
memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas
pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan
dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini
sesuai dengan kepastian pelayanan.
Melihat
kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini diperhadapkan oleh adanya
berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan
yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang
ditunjukkannya. Suatu organisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan
memberikan pelayanan kepada orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh
suatu pelayanan yang meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan
kualitas layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
memuaskan yang diberikan, bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan komitmen
organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan
perilaku yang ditunjukkan. Margaretha (2003:215) suatu organisasi kerja sangat
memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa
organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang dapat dijamin sesuai
dengan:
a.
Mampu
memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan
pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut
menjadi bentuk konkrit yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan.
b.
Mampu
menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas
kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi
suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.
c.
Mampu
memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan,
agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang
dilihatnya.
Uraian
ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas
layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai
dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan
pelayanan yang sesuai dengan komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku
yang menarik, meyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas
layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan
prestasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.
4.
Empati (Empathy)
Setiap
kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian
dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan
dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila
setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau
mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman,
2001:40).
Empati
dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik,
pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan
untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat
pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi
pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani.
Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang
melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat
pelayanan memiliki perasaan yang sama.
Artinya
setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani diperlukan
adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang membutuhkan
pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian
atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan
tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan
yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari,
sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan
oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.
Berarti
empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam memberikan
suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang
pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang
dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya
keterlibatan dalam berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani.
Margaretha (2003:78) bahwa suatu bentuk kualitas layanan dari empati
orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus
diwujudkan dalam lima hal yaitu:
a.
Mampu
memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan,
sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting.
b.
Mampu
memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga
yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang
diinginkan.
c.
Mampu
menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani
merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan.
d.
Mampu
menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan,
sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan
yang dirasakan.
e.
Mampu
menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang
dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk
kesulitan pelayanan.
Bentuk-bentuk
pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para pengembang
organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan
memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai
bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan
pelayanan, sehingga dengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan
kualitas layanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.
5.
Bukti Fisik (Tangible)
Pengertian
bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik
dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan
pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang
yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang
sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan
(Parasuraman, 2001:32).
Berarti
dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat
merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan,
sehingga pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti
fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi
pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan
karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang
dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat.
Bentuk-bentuk
pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka
meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen
organisasi. Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh
individu sumberdaya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas
kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan.
Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan
memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam memberikan
pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara
fisik dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang
ditunjukkan.
Dalam
banyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan
utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi
fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan baik menggunakan,
mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan. Tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju, pertimbangan
dari para pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas kondisi
fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan.
Martul
(2004:49) menyatakan bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan
bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk
imej positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian
dalam menentukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan
segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan
perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan
menunjukkan suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki
integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan
kepada orang yang mendapat pelayanan.
Selanjutnya,
tinjauan Margaretha (2003:65) yang melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang
mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi
kualitas layanan fisik mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan
kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi
lingkungan kerja berupa:
a.
Kemampuan
menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan perlengkapan
kerja secara efisien dan efektif.
b.
Kemampuan
menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan inventarisasi
otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang
dihadapinya.
c.
Kemampuan
menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan,
kewibawaan dan dedikasi kerja.
Uraian
ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan
sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu
kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat
secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai
penguasaan teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan
kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
2.2 Pelanggan
2.2.1 Pengertian
Pelanggan
Pelanggan
diartikan sebagai semua orang yang menuntut organisasi untuk memenuhi standar
kualitas tertentu, dan karena itu memberikan pengaruh pada kinerja organisasi.
Dalam hal ini terdapat tiga pemahaman tentang pelanggan, yaitu: (1) orang yang
tidak tergantung pada perusahaan, tetapi sebaliknya; (2) orang yang
membawa perusahaan untuk mengikuti keinginannya; (3) orang yang teramat penting
yang harus dipuaskan. Oleh karena itu tidak ada pengelola perusahaan /
organisasi yang pernah memenangkan adu argumentasi terhadap pelanggan.
Pemahaman tentang
pelanggan juga dapat dijabarkan ke dalam dua pandangan, yaitu perspektif
pelanggan secara tradisional dan perspektif TQM (Total Quality Management).
Dalam sudut pandang tradisional, mendefinisikan pelanggan sebagai orang yang
membeli dan menggunakan produknya. Pelanggan tersebut merupakan orang yang
berinteraksi dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk, sedangkan
pihak-pihak yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum tahap proses
menghasilkan produk dipandang sebagai pemasok. Pelanggan dan pemasok dalam
perspektif tradisional merupakan entitas eksternal (Rastodio, 2012:87).
Dalam pandangan lain
mengemukakan adanya dua jenis pelanggan yaitu:
(1)
Pelanggan eksternal yaitu yang dapat didefinisikan sebagai seseorang yang
menggunakan layanan produk dan mempengaruhi skala produk atau layanan tersebut,
(2)
Pelanggan internal adalah setiap orang yang terlibat dalam proses pemberian
produk dan layanan.
Dalam dunia pendidikan
dikenal dua jenis pelanggan yaitu: pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan
eksternal adalah siswa, orang tua siswa dan masyarakat luas. Sedangkan
pelanggan internal adalah seluruh staf, guru, dan pemimpin yang terlibat dalam
operasional sekolah dan berperan besar dalam menentukan kualitas sumber daya
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan jasa (Fath, 2011:90).
2.2.2 Mempertahankan
Pelanggan
Mempertahankan pelanggan memang lebih sulit ketimbang mendapatkan pelanggan baru. Inilah tantangnnya, namun ini adalah keniscayaan
jika kita ingin usaha kita tetap eksis. Karena pelangan loyal adalah kunci untuk mempertahankan pelanggan dan mendapatkan keuntungan jangka panjang.
2.2.3 Membentuk
hubungan Pelangggan
Menurut Dekker, A.
Steven, (2008:193) membedakan lima level investasi
perusahaan dalam rangka membangun relasi pelanggan seperti:
1. Pemasaran dasar : wiraniaga menjual
produknya begitu saja.
2. Pemasaran kreatif: wiraniaga menjual
produknya dan mendorong pelanggan untuk menghubunginya
jika mempunyai pertanyaan, komentar, atau keluhan.
3. Pemasaran bertanggung jawab: wiraniaga
menelepon pelanggan untuk menanyakan apakah produknya memenuhi harapan pelanggan,
meminta saran perbaikan produk atau pelayanan dan menanyakan apa saja
kekecewaannya.
4. Pemasaran proaktif : wiraniaga menghubungi
pelanggan dari waktu kewaktu untuk menyarankan pengggunaan produk yang
sudah di perbaiki atau produk
baru.
5. Pemasaran kemitraan: perusahaan terus
bekerja sama dengan pelanggan untuk menemukan cara-cara penghematan bagi
pelanggan atau membantu pelanggan memperbaiki agar kinerjanya lebih baik.
2.3 Loyalitas Pelanggan
Loyalitas / kesetiaan pelanggan mencerminkan niatan
berperilaku (intended behavior) berkenaan dengan suatu produk atau jasa.
Niatan berperilaku di sini mencakup kemungkinan pembelian mendatang atau
pembaharuan kontrak jasa atau sebaliknya, juga seberapa mungkin pelanggan akan
beralih ke penyedia layanan atau merek lainnya (Athanassopoulos,
Antreas D, 2000.:79).
Kesetiaan pelanggan dapat diukur dengan perilaku dan
sikap (Gronroos, Cristian, 2004:95). Ukuran pertama mengacu perilaku
pelanggan pada pengulangan untuk memperoleh atau membeli kembali barang / jasa
yang pernah dinikmati. Sedangakan ukuran sikap mengacu pada sebuah intensitas
untuk memperoleh kembali dan merekomendasikan kepada orang lain.
Menurut Tjiptono (2002 : 24) terciptanya kepuasan dapat memberikan beberapa
manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis,
men jadi dasar bagi pembelian ulang dan menciptakan loyalitas pelanggan serta
rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan.
Menurut Davidson,
Marcel, (2003:140) Hubungan antara kepuasan dan
loyalitas adalah saat dimana konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi yang
menimbulkan ikatan emosi yang kuatdan komitmen jangka panjang dengan merek
perusahaan.
Menurut Arisutha, Damartaji, (2005:123), mempunyai konsumen yang loyal adalah metode yang
penting dalam mempertahankan keuntungan dari para pesaing, mengingat memiliki
konsumen yang loyal berarti konsumen memiliki keengganan menjadi pelanggan bagi
pesaing.
Davis, Norman, (2002:99) menyatakan bahwa pelanggan mungkin saja menjadi
loyal karena hambatan untuk beralih pada produk atau jasa alternatif (switching
barriers) yang tinggi berkaitan dengan faktor-faktor teknis, ekonomis, dan
psikologis.
Permasalahan tingkat ketersediaan produk atau jasa alternatif
menurut
![]()
Sementara dalam kondisi di mana produk atau jasa
alternatif melimpah, kepuasan menjadi determinan yang kuat bagi terbentuknya
loyalitas karena produk atau jasa yang dapat memuaskan pelanggan menjadi solusi
terbaik dari permasalahan yang dihadapi pelanggan dalam memilih beragam produk
atau jasa yang ditawarkan. Memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan,
merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Pelanggan
yang tidak loyal akan menginformasikan 2 kali lebih hebat kepada orang lain
tentang pengalaman buruknya tentang produk atau jasa yang dia terima, sedangkan
pelanggan yang loyal akan menginformasikan tentang hal-hal yang terbaik. Oleh
karena itu, pelanggan yang loyal merupakan aset yang berharga. Di samping itu,
mereka juga merupakan sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan. Biaya untuk
mendapatkan pelanggan
Loyalitas memberi
pengertian yang sama atas loyalitas merek dan loyalitas pelanggan. Memang benar
bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek tertentu,
tetapi apabila pelanggan dimengerti sama dengan konsumen, maka loyalitas
konsumen lebih luas cakupannya daripada loyalitas merek karena loyalitas
konsumen mencakup loyalitas terhadap merek. Loyalitas adalah tentang presentase
dari orang yang pernah membeli dalam kerengka waktu tertentu dan melakukan
pembelian ulang sejak pembelian yang pertama. Dalam mengukur kesetiaan,
diperlukan beberapa attribut yaitu :
1.
Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada
orang lain
2.
Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang
meminta saran
3.
Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan
pertama dalam melakukan pembelian jasa
4.
Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan
perusahaan beberapa tahun mendatang.
Oliver (2003:145)
Mendefinisikan loyalitas konsumen dengan
suatu keadaan dimana terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang dan
penggunaan kembali barang dan jasa perusahaan. Tingkat loyalitas konsumen
terdiri dari empat tahap yaitu:
1.
Loyalitas Kognitif
Tahap dimana pengetahuan langsung maupun
tidak langsung konsumen akan merek, manfaat dan dilanjutkan kepembelian
berdasarkan keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Dasar kesetiaan adalah
informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen.
2.
Loyalitas Afektif
Sikap favorable konsumen terhadap
merek merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama
tahap cognitively loyalty berlangsung. Dasar kesetiaan konsumen adalah
sikap dan komitmen terhadap produk dan jasa, sehingga telah terbentuk suatu
hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau jasa
dibandingkan pada tahap sebelumnya.
3.
Loyalitas Konatif
Intensi membeli ulang sangat kuat dan
memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi.
4.
Loyalitas Tindakan
Menghubungkan penambahan yang baik untuk
tindakan serta keinginan untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan
kesetiaan.
Pada era Relationship
Marketing pemasar beranggapan bahwa
loyalitas pelanggan terbentuk dengan adanya Value
dan Brand. Value adalah persepsi nilai yang dimiliki pelanggan berdasarkan apa
yang di dapat dan apa yang dikorbankan dalam melakukan transaksi. Sedangkan Brand adalah identitas sebuah produk
yang tidak berujud, tetapi sangat bernilai.
Untuk mendapatkan loyalitas pelanggan, perusahaan tidak
hanya mengandalkan value dan brand, seperti yang diterapkan pada Conventional Marketing. Pada masa
sekarang diperlukan perlakuan yang lebih atau disebut dengan Unique Needs, perbedaan kebutuhan antara satu pelanggan dengan pelanggan
lainnya, untuk itu peranan dari Relationship
Marketing sangat diperlukan. Pada gambar berikut terdapat tiga pilar
loyalitas pelanggan era Relationship
Marketing yang memfokuskan pelanggan ditengah pusaran
Gambar
2.2
Tiga
Pilar Loyalitas Pelanggan
![]()
Sumber
: Oliver (2003:145)
Dalam
menempatkan pelanggan pada tengah pusaran aktifitas bisnis, diharapkan
perusahaan selalu memperhatikan dan mengutamakan pelanggan dalam segala
aktifitas maupun program yang dilakukan. Sehingga pelanggan menjadi pihak yang
selalu di dahulukan, dengan harapan akan merasa puas, nyaman, dan akhirnya menjadi
loyal kepada perusahaan.
Karena
pentingnya loyalitas terhadap kelangsungan hidup perusahaan, maka perusahaan
harus secara kontinue menjaga dan meningkatkan loyalitas dari para
pelanggannya. Oleh karena itu untuk membangun loyalitas pelanggan, perusahaan
harus memiliki hubungan yang baik dengan pelanggan sehingga perusahaan dapat
lebih memahami akan kebutuhan, keinginan dan harapan-harapan para pelanggannya
2.3.1 Membangun
Loyalitas Pelanggan
Istilah loyalitas
sering kali diperdengarkan oleh pakar pemasaran maupun praktisi bisnis,
loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan dalam konteks
sehari-hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis makananya. Dalam
banyak definisi Ali Hasan
(2008:123)
menjelaskan loyalitas sebagai berikut:
1. Sebagai konsep generic, loyalitas merek
menujukkan kecenderungan konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu dengan
tingkat konsistensi yang tinggi.
2. Sebagai konsep perilaku, pembelian ulang kerap
kali dihubungkan denga loyalitas merek (brand loyality). Perbedaannya, bila
loyalitas merek mencemirkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu.
2.4 Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Zulfikar mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
pada tahun 2005 dengan judul skripsi “Pengaruh Pelayanan Terhadap Layolitas
Nasabah Asuransi PT. Asuransi Jiwa Prudantial Indonesia Cabang Banda Aceh”.
Zulfikar menyimpulkan bahwa variabel yang diteliti yaitu variabel
reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible mempunyai hubungan
yang erat dengan tingkat kepuasan nasabah. Pembuktian yang dilakukan dengan
menggunakan uji F-hitung menunjukan bahwa kelima variabel tersebut berpengaruh
signifikan terhadap loyalitas
nasabah.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Dian Yuliansyah mahasiswi
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2009 dengan judul skripsi
“Pengaruh kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Ayam Penyet Pak Ulis
Cabang Banda Aceh .”
Dian Yuliansyah menyimpulkan
bahwa uji F-hitung menunjukkan bahwa variabel
reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible mempunyai hubungan
yang erat terhadap loyalitas
pelanggan, variabel yang paling dominan pengaruhnya loyalitas pelanggan yaitu variabel responsiveness dan assurance. Sedangkan
berdasarkan hasil uji F semua variabel yang diteliti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
2.5
Kerangka Pikir
Berdasarkan variabel-variabel yang diteliti ini,
memberikan pengaruh terhadap loyalitas pelanggan sebagai apresiasi terpenuhinya
harapan pelanggan cepat mendapatkan pelayanan, keinginan pelanggan atas
pelayanan yang loyal. Lebih jelasnya ditunjukkan kerangka pikir sebagai
berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual
2.6
Hipotesis
Berdasarkan
rumusan masalah dan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “Diduga Kualitas pelayanan yang terdiri dari daya
tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap Loyalitas
Pelanggan pada jasa foto kopi Tabina Kampus”.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1
Lokasi , Waktu
Penelitian dan Objek Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Jabal Ghafur tepatnya pada Organisasi Pelayanan Jasa Foto
Kopi (UD) Tabina Kampus dengan waktu penelitian berlangsung selama 2 (Dua)
bulan, mulai bulan Maret sampai Mei 2013.
3.2
Populasi dan Sampel
Populasi
adalah kelompok elemen yang lengkap, umumnya berupa orang, obyek, transaksi
atau kejadian, di mana peneliti mempelajari atau menjadikannya obyek
penelitian. Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari objek penelitian yaitu pelanggan
dan karyawan yang bertugas memberikan layanan jasa foto kopi Tabina Kampus.
Sampel
adalah suatu himpunan atau bagian dari unit populasi. Pemilihan sampel
dilakukan dengan menggunakan purposive
sampling yaitu penunjukan langsung responden sesuai kebutuhan penelitian. Jadi besar sampel dalam penelitian ini
ditetapkan 100 responden pelanggan yang berada dalam
naungan foto kopi Tabina Kampus.
3.3
Jenis dan Sumber Data
1.
Data Primer
Data
primer adalah data yang diperoleh melalui hasil penelitian langsung terhadap
obyek yang diteliti. Data tersebut diperoleh melalui metode wawancara,
observasi dan hasil kuesioner dari responden konsumen yang menggunakan jasa
layanan foto kopi Tabina Kampus.
2.
Data Sekunder
Data
Sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain dari
dokumentasi/tulisan (buku-buku, laporan-laporan, karya ilmiah dan hasil
penelitian) dan dari informasi pihak-pihak yang berkaitan dengan kajian yang
diteliti (uraian tugas, tata kerja dan referensi lainnya).
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang
relevan dan akurat dengan masalah yang dibahas. Metode pengumpulan data
tersebut adalah sebagai berikut:
4
Observasi
Observasi
adalah metode dipergunakan sebagai salah satu piranti dalam pengumpulan data
berdasarkan pengamatan secara langsung pengaruh kualitas layanan terhadapLoyalitaskonsumen
pada foto kopi Tabina Kampus.
5
Wawancara
Wawancara
yaitu dialog secara langsung untuk memperoleh informasi dari responden terpilih
dalam menghimpun informasi yang relevan dengan penelitian yang akan diadakan di
foto kopi Tabina Kampus.
6
Kuesioner
Kuesioner
adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara
tertulis yang diberikan kepada responden dengan maksud untuk memperoleh data
yang akurat dan valid.
7
Dokumentasi
Dokumentasi
yaitu data yang diperoleh melalui pencatatan-pencatatan dari dokumen-dokumen
yang terdapat pada lokasi penelitian.
3.5
Skala Pengukuran
Data hasil penelitian penelitian yang diperoleh melalui penyebaran
kuisioner dalam bentuk kualitatif dikomposisikan terlebih dahulu agar menjadi
data kuantitatif. Adapun nilai kuantitatif yang dikomposisikan dilakukan dengan
menggunakan Skala Likert dan untuk satu pilihan dinilai dengan jarak interval
1. Nilai dari pilihan tersebut antara lain : 1,2,3,4,5. Masing-masing pilihan
tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel III-1
Skala Likert
Sumber: data primer (diolah) 2014
3.6 Peralatan Analisis
Data
Berdasarkan
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka data dianalisis secara
deskriptif dan kuantitatif. Model analisis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1.
Analisis
secara deskriptif mengenai pengaruh kualitas layanan terhadapLoyalitaspelanggan
pada foto kopi Tabina Kampus.
2.
Metode
analisis regresi berganda dengan rumus: (Sudjana, 2005:47)
Y = b0 + b1X1 + b2X2
+ b3X3 + b4X4 + b5X5 +ei
Dimana:
Y =Loyalitas Pelanggan
X1 =
Responsif
X2 =
Jaminan
X3 = Bukti Fisik
X4 = Empati
X5 = Handal
b1,b2,b3,
b4, b5, = Koefisien Regresi
(Parameter)
b0 = Konstanta (Intercept)
ei = Faktor Kesalahan (error)
Selanjutnya
untuk menentukan pengaruh dan tingkat signifikan digunakan a = 0.05 atau 5% dapat diuji dengan menggunakan
uji-F dan uji-t melalui program SPSS 10.0.
3.7 Definisi
Operasional Variabel
Sesuai
dengan judul penelitian, yakni Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan
Pada Jasa Foto Kopi Tabina Kampus Gle Gapui
Kabupaten Pidie, maka variabel penelitian adalah :
Tabel III-2
Definisi Operasional Variabel
Sumber: data
primer (diolah) 2014
3.8 Pengujian Hipotesis
Hipotesis penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:
Ho : Tidak ada pengaruh pelayanan Jasa Foto Kopi terhadap Loyalitas Pada Foto Kopi Tabina
Kampus di Gle Gapui Kabupaten Pidie.
Ha : Adanya
pengaruh pelayanan Jasa Foto Kopi
terhadap Loyalitas Pada Foto
Kopi Tabina Kampus di Gle Gapui Kabupaten Pidie.
Untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini penulis menggunakan uji t yaitu pada tingkat keyakinan
(convindent interval 95%) atau tingkat kesalahannya (alpha) α sebesar 0,05.
-
Jika statistik thitung>
statistik ttabel, maka Ha diterima
-
Jika statistik thitung<
statistik ttabel, maka Ha ditolak
Selanjutnya uji F yaitu untuk mengetahui apakah kelima dimensi
kualitas pelayanan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
Loyalitas dengan ketentuan sebagai berikut:
-
Jika statistik F-hitung>
statistik F-tabel, maka Ha diterima
-
Jika statistik F-hitung<
statistik F-tabel, maka Ha ditolak
3.9 Uji Reliabilitas dan Validitas
Pengujian keandalan ditunjukkan untuk menguji sejauh mana hasil
pengukuran dapat dipercaya. Tinggi rendahnya keandalan digambar melalui
koefisien reliabilitas dalam suatu rangka tertentu. Dalam pengujian keandalan
digunakan tes konsistensi internal yaitu
sistem pengujian terhadap sekelompok tertentu, kemudian dihitung skornya dan
diuji konsistensinya terhadap berbagai item yang ada dalam kelompok tersebut.
Nilai koefisien alpha bervariasi mulai dari 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) dan
untuk nilai alphanya = 0,6 atau kurang memberi indikasi bahwa alat ukur
tersebut kurang keandalannya (Sugiyono, 2004:137)
Pengujian validitas butir-butir dari kuisioner ini menggunakan
metode korelasi product moment, dengan ketentuan jika koefisien korelasi (r)
yang diperoleh > dari pada koefisien dari tabel nilai-nilai kritis r, yaitu
pada taraf signifikan 5% atau 1% instrumen tes yang diujicobakan tersebut
dinyatakan valid.
3.10
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Asumsi klasik ini
dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi yang
dipergunakan memenuhi asumsi regresi linear klasik. Hal ini penting dilakukan
agar diperoleh parameter yang valid dan handal. Uji diagnostic ini terdiri
dari:
1.
Uji
Normalitas
Pengujian normalitas data dilakukan dengan
melihat sebaran standarrized residual pada gambar normal P-P Plot yang menunjukkan bahwa sebaran standarrized
residual berada dalam kisaran garis diagonal dan mempunyai probabilitas
Kolmogorov Smirnov Z > 0,05.
2.
Uji Multikolinearitas
Uji
Multikolinearitas berkaitan dengan situasi dimana ada hubungan linear baik yang
pasti atau mendekati pasti diantara variabel X atau independen. Uji ini menjelaskan model
regresi yang baik yang seharusnya tidak terdapat korelasi diantara variabel
independen. Apabila variabel independen memiliki angka VIF (Varience Inflation Factor) lebih kecil
dari 10, dan nilai toleransi lebih besar dari 0,10 maka dapat dikatakan tidak
memiliki multikolinearitas.
3.
Uji Heteroskedastisitas
Pengujian
heteroskedastitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatter plot. Jika ada
pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola
yang jelas, serta titik-titik menyebar
diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
UNTUK BAB SELANJUTNYA BISA MENGHUBUNGI NO INI : 085275077070
|
ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS
PELANGGAN PADA FOTO
KOPI TABINA KAMPUS GLE GAPUI KABUPATEN PIDIE
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kunci keberhasilan penyelenggaraan jasa foto
kopi adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan menjawab segala
kebutuhan dan permasalahan pelanggan setiap saat, di manapun dan dalam kondisi
apapun secara cepat dan tepat. Oleh karena itu setiap organisasi yang bergerak
di bidang pelayanan jasa Foto Kopi dituntut untuk menempatkan orientasi kepada
kepuasan konsumen sebagai tujuan akhir.
Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama
untuk memenangkan persaingan dalam dunia usaha Foto Kopi yang semakin ketat adalah memberikan nilai dan
kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian jasa yang bermutu dan berkualitas.
Perubahan paradigma telah memaksa setiap organisasi pelayanan jasa foto kopi
baik pelayanan jasa foto kopi dalam skala besar dan skala kecil untuk melakukan
berbagai pembenahan. Kualitas layanan yang baik tidak hanya diukur dari
kemewahan fasilitas kelengkapan teknologi dan penampilan fisik petugasnya,
tetapi juga diukur dari efisiensi dan efektifitas serta ketepatan pemberian
pelayanan kepada konsumen.
Pemahaman-pemahaman mengenai organisasi layanan
jasa foto kopi yang mandiri, terkemuka dan berkualitas dalam memberikan
pelayanan harus diterapkan dalam mengelola organisasi layanan jasa Foto Kopi.
Pemahaman mengenai kemandirian adalah upaya mengembangkan dan meningkatkan
pelayanan organisasi layanan jasa Foto Kopi oleh organisasi layanan jasa. Foto Kopi itu
sendiri, terutama di bidang pelayanan
jasa dan pembiayaan jasa. Terkemuka berarti memposisikan dan memberikan eksis
organisasi layanan jasa foto kopi yang sejajar dengan organisasi layanan jasa
foto kopi lainnya yang telah maju di kabupaten pidie khususnya Gle Gapui.
Kualitas layanan adalah tenaga pengelola organisasi layanan jasa foto kopi yang
mempunyai kompetensi standar dari masing-masing profesi untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan responsiveness,
assurance, tangible, empathy dan reliability dalam memberikan kepuasan pelanggan.
Organisasi layanan jasa foto kopi Tabina
Kampus Gle Gapui adalah organisasi baru
yang dibentuk di bawah manajemen UD Tabina Kampus yang dipimpin oleh pak
Bachtiar dengan memfokuskan di bidang pelayanan jasa foto kopi di kawasan
kampus Jabal Ghafur Gle Gapui Sigli.
Dalam menjalankan organisasinya, Tabina Kampus mengemban
visi “menjadikan Tabina Kampus sebagai partner terpilih pada bidang pelayanan
jasa foto kopi secara menyeluruh dikomplek kampus Jabal Ghafur”, dan misi
“mengutamakan pengguna jasa foto kopi yang cepat tanggap terhadap kebutuhan
mahasiswa Universitas Jabal Ghafur khusus, menciptakan nilai untuk para
stakeholder dan mewujudkan fasilitas communication,
navigation dan surveillance (CNS)
yang berkualitas. Untuk mengembangkan visi dan misi tersebut, maka sasaran foto kopi tahun
2013 adalah:
1.
Pencapaian Pelayanan jasa foto kopi dan kinerja
peralatan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
2.
Mewujudkan foto kopi sebagai pusat jasa foto kopi
yang terkemuka di Jabal Ghafur
3.
Mengupayakan pencapaian pelayanan yang memberi
kepuasan yang sesuai dengan harapan pelanggan.
Fenomena dari bentuk-bentuk kualitas
layanan yang perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan
yaitu dengan memberikan pelayanan yang terdiri dari: pertama, fenomena
pelayanan yang responsif (responsiveness), yaitu tenaga pengelola Organisasi
layanan jasa foto kopi Tabina Kampus dalam memberikan pelayanan menyadari
pentingnya pelayanan yang menyenangkan dan ketangkasan dalam bekerja sesuai
dengan penguasaan bidang profesi kerja yang memberikan respon yang positif
dengan imej yang menyenangkan. Kedua, fenomena pelayanan yang meyakinkan (assurance)
yaitu tenaga pengelola Tabina Kampus memberikan pelayanan dengan melakukan
komunikasi dengan pelanggan memperlihatkan sikap ramah dan sopan, memberikan
jaminan akan kenyamanan sesuai mekanisme pelayanan, yang menjamin pelanggan
untuk loyal menggunakan jasa foto kopi Tabina Kampus. Ketiga, fenomena dari pelayanan bukti fisik (tangible),
yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa foto kopi Tabina Kampus dalam
memberikan pelayanan yang sesuai dengan penggunaan peralatan, perlengkapan dan
kemampuan karyawan melayani pelanggan. Keempat, fenomena dari pelayanan
empati (empathy) yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa foto
kopi Tabina Kampus dalam memberikan pelayanan menekankan adanya keseriusan,
kepedulian dan perhatian dalam memberikan pelayanan. Kelima,
fenomena mengenai pelayanan kehandalan (reliability), yaitu tenaga
pengelola organisasi layanan jasa foto kopi Tabina Kampus dalam
memberikan pelayanan bekerja secara cepat dalam proses pelayanan dan memberikan
pelayanan dengan tidak pilih kasih (adil dan tidak diskriminan) dengan
memberikan kepercayaan kepada konsumen akan pelayanan yang berkualitas.
Fenomena kualitas layanan menjadi tujuan dalam
memperbaiki pemenuhan kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima yaitu
terpenuhinya harapan, keinginan dan kebutuhan pelanggan. Harapan konsumen yaitu
cepat mendapatkan pelayanan, keinginan pelanggan yaitu pelayanan sesuai dengan
jangkauan pembiayaan yang dikenakan, dan kebutuhan pelanggan yaitu terpenuhinya
layanan yang berkualitas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti
tertarik memilih judul: “Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas
Pelanggan Pada Jasa Foto Kopi
Tabina Kampus Gle Gapui Kabupaten Pidie ”
1.2
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kualitas layanan yang terdiri dari daya
tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan pada jasa foto kopi Tabina Kampus Gle Gapui?
2. Diantara variable-variabel kualitas layanan manakah variabel yang dominan
berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pada jasa foto kopi
Tabina Kampus Gle Gapui?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas
layanan yang terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan
kehandalan terhadap loyalitas pelanggan
pada jasa foto kopi Tabina Kampus Gle Gapui.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kualitas layanan yang
dominan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pada jasa foto kopi
Tabina Kampus Gle Gapui.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi pimpinan organisasi
layanan jasa foto kopi Tabina Kampus Gle Gapui dalam
penerapan kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan.
2.
Sebagai bahan pembanding atau referensi bagi
peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya penelitian mengenai kualitas layanan
terhadap loyalitas.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jasa
2.1.1 Pengertian
Jasa
Jasa sebagai
proses dari pada produk, dimana suatu proses melibatkan input dan
mentrasformasikan sebagaioutput. Dua katagori yang diperoses oleh jasa adalah
orang dan objek. Sedangkan definisi jasa menurut Zeithaml dan Berry (Arief, 2007:11), “jasa
dianggap sebagai tindakan proses dan tampilan.”
Secara umum
Menurut Zeithaml and Berry (2007:19), jasa mempunyai
beberapa karakteristik khusus yang berbeda dengan barang, yaitu tidak berwujud,
tidak dapat dipisahkan antara proses produksi dengan konsumsi, mempunyai
tingkat variabel yang tinggi, tidak dapat disimpan dan tidak menyebabkan suatu
kepemilikan.
2.1.2 Konsep
Pengembangan Pola Pelayanan
Keberhasilan
program pelayanan tergantung pada penyelarasan kemampuan, sikap, penampilan,
perhatian, tindakan, dan tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Keberhasilan
dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan tidak terlepas dari kemampuan
dalam pemilihan konsep pendekatannya
2.1.3 Pengertian Pelayanan
Menurut Tjiptono (2002: 6), “pelayanan adalah setiap kegiatan dan manfaat yang dapat
diberikan oleh suatu pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan
tidak perlu berakibat pemilikan sesuatu”.
Berdasarkan
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah proses pemberian
bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang tidak berwujud dan
tidak berakibat pada pemilikan sesuatu pada jual beli barang-atau jasa sehingga
orang tersebut memperoleh sesuatu yang dinginkannya.
2.1.4 Pengertian
Kualitas Pelayanan
Berbicara
mengenai kualitas pelayanan, ukurannya bukan hanya ditentukan oleh pihak yang
melayani saja tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena
merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan
berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasannya.
Menurut Arief, (2007:118),”Menyatakan bahwa kualitas Pelayanan adalah tingkat
keunggulan yang di harapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Sedangkan Zeithaml, dan Dwayne (2004:103) mendefinisikan
bahwa : “Kualitas pelayanan adalah sebuah fokus evaluasi yang merefleksikan
persepsi pelanggan tetang kualitas pelayanan reliabilitas, Jaminan, tanggung
jawab, empety dan Fisik.”Untuk keperluan penelitian ini, maka pengukuran atas
kualitas pelayanan UD jasa foto kopi Tabina Kampus. Diukur berdasarkan lima
dimensi kualitas pelayanan diatas.
Berdasarkan
definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa pelayanan dapat
diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Serta ketepatan
penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Pelayanan
Menurut Nasution (2004:47) secara
garis besar terdapat dua jenis kulitas layanan yaitu:
1. Kualitas layanan internal
Kualitas layanan
internal berkaitan dengan interaksi jajaran pegawai perusahaan dengan berbagai
fasilitas yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan
internal, antara lain:
a. Pola manajemen umum
organisasi/perusahaan
b. Penyediaan fasilitas pendukung.
c. Pengembangan sumber daya manusia.
d. Iklim
kerja dan keselarasan hubungan kerja.
e. Pola insentif.
2. Kualitas pelayanan eksternal
Mengenai kualitas layanan kepada pelanggan
eksternal, kita boleh berpendapat bahwa kualitas layanan ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain:
a. Yang berkaitan dengan penyedian jasa
1) Pola layanan dan tata cara pembentukan
jasa tertentu.
2) Pola layanan distribusi jasa.
3) Pola layanan penjualan jasa.
4) Pola layanan dalam penyampaian jasa.
b. Yang berkaitan dengan penyediaan barang.
1) Pola
layanan dan pembuatan barang berkualitas atau penyadiaan barang berkualitas.
2) Pola
layanan pendistribusian barang.
3) Pola
layanan penjualan barang.
4) Pola
pelayanan purna jual
2.1.6 Prinsip-prinsip Kualitas Pelayanan
Pelayanan yang
diberikan akan berkualitas jika setiap Pelayanan telah dibekali Prinsip-prinsip
pelayanan. Berikut ini akan dijelaskan prinsip-prinsip pelayanan yang harus
dipahami dan dimengerti oleh Pelayanan, seperti yang diungkapkan oleh Kasmir (2005:279) yaitu:
1)
Berpakaian dan berpenampilan
Yaitu
Petugas harus mengenakan baju dan celana yang sepadan dengan kombianasi yang
menarik
2) Percaya
diri dan bersikap akrap, dan penuh dengan senyum
Yaitu
Petugas harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Bersikap akrap dengan
pelanggan seolah-olah sudah kenal lama
3) Menyapa
dengan lembut
Yaitu
Petugas harus segera menyapa dan kalau sudah bertemu sebelumnya usaha dengan
menyebut namanya , namun jika belum kenal dapat menyapa dengan menyebut
bapak/ibu apa yang dapat kami bantu
4) Tenang,
Sopan, Hormat, dan tekun
Yaitu
Petugas saat melayani pelanggan dalam keadaan tenang, tidak terburu-buru, sopan
santun dalam bersikap. Tujukan sikap menghormati palanggan, tekun mendengar, sekaligus berusaha
memahami keinginannya
5) Berbicara
Yaitu
Petugas dalam berkomunikasi dengan pelanggan gunakanlah bahasa Indonesia
yang benar atau bahasa daerah yang benar pula.
6) Bergairah
Yaitu
Petugas menujukan pelayanan yang prima, seolah-olah memang sangat tertarik
dengan keinginan dan kemauan pelanggan.
7) Jangan
menyela
Yaitu
Pada saat pelanggan sedang bicara, usahakan jangan menyela pembicara. Hindari
kalimat yang bersifat teguran atau sindiran
8) Mampu
menyakini pelanggan
Yaitu
Petugas harus mampu menyakini pelanggan dengan argumen-argumen yang masuk akal.
9) Jika
tidak sanggup
Yaitu
Jika pertanyaan atau permasalahan yang tidak sanggup dija-wab atau diselesaikan
oleh petugas, usahakan meminta bantuan kepada petugas yang mampu
2.1.7 Konsep Kualitas
Layanan
Tinjauan mengenai konsep kualitas
layanan sangat ditentukan oleh berapa
besar kesenjangan (gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan
pelayanan yang diterima, dibandingkan dengan harapan pelanggan atas pelayanan
yang harus diterima.
Menurut Parasuraman (2001:162)
bahwa konsep kualitas layanan yang
diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan
tersebut terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan
kehandalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh
berbagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman
masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi pelayanan
yang diharapkan (Ep = Expectation)
dan pelayanan yang dirasakan (Pp = Perception)
yang membentuk adanya konsep kualitas layanan. Lebih jelasnya dapat ditunjukkan
pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1
Penilaian Pelanggan terhadap Kualitas layanan
Sumber: Parasuraman (2004:162)
Parasuraman (2001:165) menyatakan bahwa konsep
kualitas layanan adalah suatu pengertian
yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan atau tidak memuaskan. Konsep
kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan yang diharapkan lebih
kecil daripada pelayanan yang dirasakan (bermutu). Dikatakan konsep kualitas
layanan memenuhi harapan, apabila
pelayanan yang diharapkan sama dengan yang dirasakan (memuaskan). Demikian pula
dikatakan persepsi tidak memenuhi harapan apabila pelayanan yang diharapkan
lebih besar daripada pelayanan yang dirasakan (tidak bermutu).
2.1.8 Unsur-unsur Kualitas Layanan
Setiap
organisasi modern dan maju senantiasa mengedepankan bentuk-bentuk aktualisasi
kualitas layanan. Kualitas layanan yang dimaksud adalah memberikan bentuk
pelayanan yang optimal dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, harapan dan
kepuasan dari masyarakat yang meminta pelayanan dan yang meminta dipenuhi
pelayanannya. Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang
berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan
istilah kualitas layanan “RATER” (responsiveness,
assurance, tangible, empathy dan
reliability). Konsep kualitas layanan RATER intinya adalah membentuk sikap
dan perilaku dari pengembang pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang
kuat dan mendasar, agar mendapat penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang
diterima.
Inti
dari konsep kualitas layanan adalah menunjukkan segala bentuk aktualisasi
kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan sesuai
dengan daya tanggap (responsiveness),
menumbuhkan adanya jaminan (assurance),
menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang
memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara
konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan.
Berdasarkan
inti dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan organisasi kerja yang
menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan aktualisasi layanan dalam
organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas
berbagai pelayanan yang diberikan oleh pegawai dalam memenuhi tuntutan
pelayanan masyarakat. Aktualisasi konsep “RATER” juga diterapkan dalam
penerapan kualitas layanan pegawai baik pegawai pemerintah maupun non
pemerintah dalam meningkatkan prestasi kerjanya.
Lebih
jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan
dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001:32)
sebagai berikut:
1.
Kehandalan (Reliability)
Setiap
pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan
pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan,
keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi,
sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang
memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang
diterima oleh masyarakat (Parasuraman, 2001:48).
Tuntutan
kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan
lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan
aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi
perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya.
Inti
pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal,
mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki
berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja
dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada
setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi
dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai,
handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya
(Parasuraman, 2001:101).
Kaitan
dimensi pelayanan reliability
(kehandalan) merupakan suatu yang sangat penting dalam dinamika kerja suatu
organisasi. Kehandalan merupakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari
pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian
pelayanan dapat terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan
tingkat pengetahuan yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang
kerja yang diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai
pengalaman kerja yang ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja.
Sunyoto (2004:16) kehandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan
pelayanan sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir
menuntut kualitas layanan yang tinggi sesuai kehandalan individu pegawai.
Kehandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari:
a.
Kehandalan
dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap
uraian kerjanya.
b.
Kehandalan
dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat keterampilan
kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien dan
efektif.
c.
Kehandalan
dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja yang dimilikinya,
sehingga penguasaan tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat,
mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya.
d.
Kehandalan
dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan yang
akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang ditunjukkan.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas layanan dari
kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan kehandalan pemberi
pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai
tersebut, sesuai dengan keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat
handal apabila tingkat pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan
pelayanan yang handal, kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai
dengan penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung setiap
pegawai untuk melaksanakan aktivitas kerjanya secara handal dan penggunaan
teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang handal untuk melakukan
berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai permasalahan kerja yang
dihadapinya secara handal.
2.
Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap
pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan
yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga
diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai
dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk
pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang
bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala
bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi,
sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman, 2001:52).
Tuntutan
pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan yang
diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan
yang menerima pelayanan. Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan apabila
menemukan orang yang dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur
atau mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas
secara bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk
mengikuti syarat pelayanan yang benar, sehingga kesan dari orang yang mendapat
pelayanan memahami atau tanggap terhadap keinginan orang yang dilayani.
Pada
prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi
atau aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat
ketanggapan atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan
tersebut dari orang yang menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut
baru dihadapi pertama kali, sehingga memerlukan banyak informasi mengenai
syarat dan prosedur pelayanan yang cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak
pegawai atau pemberi pelayanan seyogyanya menuntun orang yang dilayani sesuai
dengan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas yang tidak
menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh kesah dari
orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, berarti
pegawai tersebut memiliki kemampuan daya tanggap terhadap pelayanan yang
diberikan yang menjadi penyebab terjadinya pelayanan yang optimal sesuai dengan
tingkat kecepatan, kemudahan dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani
oleh pegawai (Parasuraman, 2001:63).
Suatu
organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas
pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat membutuhkan
penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan
dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas
layanan daya tanggap mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai
penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya
tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjelasan yang
mendetail, penjelasan yang membina,
penjelasan yang mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut
secara jelas dimengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara
langsung pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk
keberhasilan prestasi kerja.
Margaretha
(2003:163) kualitas layanan daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam
memberikan penjelasan, agar orang yang diberi pelayanan tanggap dan menanggapi
pelayanan yang diterima, sehingga diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya
tanggap sebagai berikut:
a.
Memberikan
penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut mengantar individu yang mendapat
pelayanan mampu mengerti dan menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima.
b.
Memberikan
penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substantif dengan persoalan
pelayanan yang dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
c.
Memberikan
pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang atau belum
sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan.
d.
Mengarahkan
setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani untuk menyiapkan,
melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi.
e.
Membujuk
orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap bertentangan,
berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Uraian-uraian
di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan dalam suatu
organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan daya
tanggap atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya
tanggap dalam suatu organisasi berupa pemberian berbagai penjelasan dengan
bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat
diimplementasikan dengan baik, dengan sendirinya kualitas layanan daya tanggap
akan menjadi cermin prestasi kerja pegawai yang ditunjukkan dalam pelayanannya.
3.
Jaminan (Assurance)
Setiap
bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan.
Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari
pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan
merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas
tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran
dan kualitas layanan yang diberikan (Parasuraman, 2001:69).
Jaminan
atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan,
sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang
handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang
diterima. Selain dari performance
tersebut, jaminan dari suatu
pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat,
yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara serius dan
sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain
yaitu jaminan terhadap pegawai yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam
memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau
karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam memberikan pelayanan
(Margaretha, 2003:201).
Inti
dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada kepuasan
pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang
menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam
memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas
pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan
dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini
sesuai dengan kepastian pelayanan.
Melihat
kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini diperhadapkan oleh adanya
berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan
yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang
ditunjukkannya. Suatu organisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan
memberikan pelayanan kepada orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh
suatu pelayanan yang meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan
kualitas layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
memuaskan yang diberikan, bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan komitmen
organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan
perilaku yang ditunjukkan. Margaretha (2003:215) suatu organisasi kerja sangat
memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa
organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang dapat dijamin sesuai
dengan:
a.
Mampu
memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan
pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut
menjadi bentuk konkrit yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan.
b.
Mampu
menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas
kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi
suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.
c.
Mampu
memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan,
agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang
dilihatnya.
Uraian
ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas
layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai
dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan
pelayanan yang sesuai dengan komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku
yang menarik, meyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas
layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan
prestasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.
4.
Empati (Empathy)
Setiap
kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian
dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan
dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila
setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau
mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman,
2001:40).
Empati
dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik,
pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan
untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat
pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi
pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani.
Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang
melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat
pelayanan memiliki perasaan yang sama.
Artinya
setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani diperlukan
adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang membutuhkan
pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian
atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan
tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan
yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari,
sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan
oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.
Berarti
empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam memberikan
suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang
pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang
dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya
keterlibatan dalam berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani.
Margaretha (2003:78) bahwa suatu bentuk kualitas layanan dari empati
orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus
diwujudkan dalam lima hal yaitu:
a.
Mampu
memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan,
sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting.
b.
Mampu
memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga
yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang
diinginkan.
c.
Mampu
menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani
merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan.
d.
Mampu
menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan,
sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan
yang dirasakan.
e.
Mampu
menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang
dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk
kesulitan pelayanan.
Bentuk-bentuk
pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para pengembang
organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan
memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai
bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan
pelayanan, sehingga dengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan
kualitas layanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.
5.
Bukti Fisik (Tangible)
Pengertian
bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik
dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan
pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang
yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang
sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan
(Parasuraman, 2001:32).
Berarti
dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat
merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan,
sehingga pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti
fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi
pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan
karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang
dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat.
Bentuk-bentuk
pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka
meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen
organisasi. Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh
individu sumberdaya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas
kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan.
Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan
memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam memberikan
pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara
fisik dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang
ditunjukkan.
Dalam
banyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan
utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi
fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan baik menggunakan,
mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan. Tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju, pertimbangan
dari para pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas kondisi
fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan.
Martul
(2004:49) menyatakan bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan
bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk
imej positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian
dalam menentukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan
segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan
perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan
menunjukkan suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki
integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan
kepada orang yang mendapat pelayanan.
Selanjutnya,
tinjauan Margaretha (2003:65) yang melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang
mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi
kualitas layanan fisik mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan
kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi
lingkungan kerja berupa:
a.
Kemampuan
menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan perlengkapan
kerja secara efisien dan efektif.
b.
Kemampuan
menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan inventarisasi
otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang
dihadapinya.
c.
Kemampuan
menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan,
kewibawaan dan dedikasi kerja.
Uraian
ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan
sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu
kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat
secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai
penguasaan teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan
kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
2.2 Pelanggan
2.2.1 Pengertian
Pelanggan
Pelanggan
diartikan sebagai semua orang yang menuntut organisasi untuk memenuhi standar
kualitas tertentu, dan karena itu memberikan pengaruh pada kinerja organisasi.
Dalam hal ini terdapat tiga pemahaman tentang pelanggan, yaitu: (1) orang yang
tidak tergantung pada perusahaan, tetapi sebaliknya; (2) orang yang
membawa perusahaan untuk mengikuti keinginannya; (3) orang yang teramat penting
yang harus dipuaskan. Oleh karena itu tidak ada pengelola perusahaan /
organisasi yang pernah memenangkan adu argumentasi terhadap pelanggan.
Pemahaman tentang
pelanggan juga dapat dijabarkan ke dalam dua pandangan, yaitu perspektif
pelanggan secara tradisional dan perspektif TQM (Total Quality Management).
Dalam sudut pandang tradisional, mendefinisikan pelanggan sebagai orang yang
membeli dan menggunakan produknya. Pelanggan tersebut merupakan orang yang
berinteraksi dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk, sedangkan
pihak-pihak yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum tahap proses
menghasilkan produk dipandang sebagai pemasok. Pelanggan dan pemasok dalam
perspektif tradisional merupakan entitas eksternal (Rastodio, 2012:87).
Dalam pandangan lain
mengemukakan adanya dua jenis pelanggan yaitu:
(1)
Pelanggan eksternal yaitu yang dapat didefinisikan sebagai seseorang yang
menggunakan layanan produk dan mempengaruhi skala produk atau layanan tersebut,
(2)
Pelanggan internal adalah setiap orang yang terlibat dalam proses pemberian
produk dan layanan.
Dalam dunia pendidikan
dikenal dua jenis pelanggan yaitu: pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan
eksternal adalah siswa, orang tua siswa dan masyarakat luas. Sedangkan
pelanggan internal adalah seluruh staf, guru, dan pemimpin yang terlibat dalam
operasional sekolah dan berperan besar dalam menentukan kualitas sumber daya
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan jasa (Fath, 2011:90).
2.2.2 Mempertahankan
Pelanggan
Mempertahankan pelanggan memang lebih sulit ketimbang mendapatkan pelanggan baru. Inilah tantangnnya, namun ini adalah keniscayaan
jika kita ingin usaha kita tetap eksis. Karena pelangan loyal adalah kunci untuk mempertahankan pelanggan dan mendapatkan keuntungan jangka panjang.
2.2.3 Membentuk
hubungan Pelangggan
Menurut Dekker, A.
Steven, (2008:193) membedakan lima level investasi
perusahaan dalam rangka membangun relasi pelanggan seperti:
1. Pemasaran dasar : wiraniaga menjual
produknya begitu saja.
2. Pemasaran kreatif: wiraniaga menjual
produknya dan mendorong pelanggan untuk menghubunginya
jika mempunyai pertanyaan, komentar, atau keluhan.
3. Pemasaran bertanggung jawab: wiraniaga
menelepon pelanggan untuk menanyakan apakah produknya memenuhi harapan pelanggan,
meminta saran perbaikan produk atau pelayanan dan menanyakan apa saja
kekecewaannya.
4. Pemasaran proaktif : wiraniaga menghubungi
pelanggan dari waktu kewaktu untuk menyarankan pengggunaan produk yang
sudah di perbaiki atau produk
baru.
5. Pemasaran kemitraan: perusahaan terus
bekerja sama dengan pelanggan untuk menemukan cara-cara penghematan bagi
pelanggan atau membantu pelanggan memperbaiki agar kinerjanya lebih baik.
2.3 Loyalitas Pelanggan
Loyalitas / kesetiaan pelanggan mencerminkan niatan
berperilaku (intended behavior) berkenaan dengan suatu produk atau jasa.
Niatan berperilaku di sini mencakup kemungkinan pembelian mendatang atau
pembaharuan kontrak jasa atau sebaliknya, juga seberapa mungkin pelanggan akan
beralih ke penyedia layanan atau merek lainnya (Athanassopoulos,
Antreas D, 2000.:79).
Kesetiaan pelanggan dapat diukur dengan perilaku dan
sikap (Gronroos, Cristian, 2004:95). Ukuran pertama mengacu perilaku
pelanggan pada pengulangan untuk memperoleh atau membeli kembali barang / jasa
yang pernah dinikmati. Sedangakan ukuran sikap mengacu pada sebuah intensitas
untuk memperoleh kembali dan merekomendasikan kepada orang lain.
Menurut Tjiptono (2002 : 24) terciptanya kepuasan dapat memberikan beberapa
manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis,
men jadi dasar bagi pembelian ulang dan menciptakan loyalitas pelanggan serta
rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan.
Menurut Davidson,
Marcel, (2003:140) Hubungan antara kepuasan dan
loyalitas adalah saat dimana konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi yang
menimbulkan ikatan emosi yang kuatdan komitmen jangka panjang dengan merek
perusahaan.
Menurut Arisutha, Damartaji, (2005:123), mempunyai konsumen yang loyal adalah metode yang
penting dalam mempertahankan keuntungan dari para pesaing, mengingat memiliki
konsumen yang loyal berarti konsumen memiliki keengganan menjadi pelanggan bagi
pesaing.
Davis, Norman, (2002:99) menyatakan bahwa pelanggan mungkin saja menjadi
loyal karena hambatan untuk beralih pada produk atau jasa alternatif (switching
barriers) yang tinggi berkaitan dengan faktor-faktor teknis, ekonomis, dan
psikologis.
Permasalahan tingkat ketersediaan produk atau jasa alternatif
menurut
![]()
Sementara dalam kondisi di mana produk atau jasa
alternatif melimpah, kepuasan menjadi determinan yang kuat bagi terbentuknya
loyalitas karena produk atau jasa yang dapat memuaskan pelanggan menjadi solusi
terbaik dari permasalahan yang dihadapi pelanggan dalam memilih beragam produk
atau jasa yang ditawarkan. Memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan,
merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Pelanggan
yang tidak loyal akan menginformasikan 2 kali lebih hebat kepada orang lain
tentang pengalaman buruknya tentang produk atau jasa yang dia terima, sedangkan
pelanggan yang loyal akan menginformasikan tentang hal-hal yang terbaik. Oleh
karena itu, pelanggan yang loyal merupakan aset yang berharga. Di samping itu,
mereka juga merupakan sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan. Biaya untuk
mendapatkan pelanggan
Loyalitas memberi
pengertian yang sama atas loyalitas merek dan loyalitas pelanggan. Memang benar
bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek tertentu,
tetapi apabila pelanggan dimengerti sama dengan konsumen, maka loyalitas
konsumen lebih luas cakupannya daripada loyalitas merek karena loyalitas
konsumen mencakup loyalitas terhadap merek. Loyalitas adalah tentang presentase
dari orang yang pernah membeli dalam kerengka waktu tertentu dan melakukan
pembelian ulang sejak pembelian yang pertama. Dalam mengukur kesetiaan,
diperlukan beberapa attribut yaitu :
1.
Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada
orang lain
2.
Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang
meminta saran
3.
Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan
pertama dalam melakukan pembelian jasa
4.
Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan
perusahaan beberapa tahun mendatang.
Oliver (2003:145)
Mendefinisikan loyalitas konsumen dengan
suatu keadaan dimana terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang dan
penggunaan kembali barang dan jasa perusahaan. Tingkat loyalitas konsumen
terdiri dari empat tahap yaitu:
1.
Loyalitas Kognitif
Tahap dimana pengetahuan langsung maupun
tidak langsung konsumen akan merek, manfaat dan dilanjutkan kepembelian
berdasarkan keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Dasar kesetiaan adalah
informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen.
2.
Loyalitas Afektif
Sikap favorable konsumen terhadap
merek merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama
tahap cognitively loyalty berlangsung. Dasar kesetiaan konsumen adalah
sikap dan komitmen terhadap produk dan jasa, sehingga telah terbentuk suatu
hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau jasa
dibandingkan pada tahap sebelumnya.
3.
Loyalitas Konatif
Intensi membeli ulang sangat kuat dan
memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi.
4.
Loyalitas Tindakan
Menghubungkan penambahan yang baik untuk
tindakan serta keinginan untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan
kesetiaan.
Pada era Relationship
Marketing pemasar beranggapan bahwa
loyalitas pelanggan terbentuk dengan adanya Value
dan Brand. Value adalah persepsi nilai yang dimiliki pelanggan berdasarkan apa
yang di dapat dan apa yang dikorbankan dalam melakukan transaksi. Sedangkan Brand adalah identitas sebuah produk
yang tidak berujud, tetapi sangat bernilai.
Untuk mendapatkan loyalitas pelanggan, perusahaan tidak
hanya mengandalkan value dan brand, seperti yang diterapkan pada Conventional Marketing. Pada masa
sekarang diperlukan perlakuan yang lebih atau disebut dengan Unique Needs, perbedaan kebutuhan antara satu pelanggan dengan pelanggan
lainnya, untuk itu peranan dari Relationship
Marketing sangat diperlukan. Pada gambar berikut terdapat tiga pilar
loyalitas pelanggan era Relationship
Marketing yang memfokuskan pelanggan ditengah pusaran
Gambar
2.2
Tiga
Pilar Loyalitas Pelanggan
![]()
Sumber
: Oliver (2003:145)
Dalam
menempatkan pelanggan pada tengah pusaran aktifitas bisnis, diharapkan
perusahaan selalu memperhatikan dan mengutamakan pelanggan dalam segala
aktifitas maupun program yang dilakukan. Sehingga pelanggan menjadi pihak yang
selalu di dahulukan, dengan harapan akan merasa puas, nyaman, dan akhirnya menjadi
loyal kepada perusahaan.
Karena
pentingnya loyalitas terhadap kelangsungan hidup perusahaan, maka perusahaan
harus secara kontinue menjaga dan meningkatkan loyalitas dari para
pelanggannya. Oleh karena itu untuk membangun loyalitas pelanggan, perusahaan
harus memiliki hubungan yang baik dengan pelanggan sehingga perusahaan dapat
lebih memahami akan kebutuhan, keinginan dan harapan-harapan para pelanggannya
2.3.1 Membangun
Loyalitas Pelanggan
Istilah loyalitas
sering kali diperdengarkan oleh pakar pemasaran maupun praktisi bisnis,
loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan dalam konteks
sehari-hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis makananya. Dalam
banyak definisi Ali Hasan
(2008:123)
menjelaskan loyalitas sebagai berikut:
1. Sebagai konsep generic, loyalitas merek
menujukkan kecenderungan konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu dengan
tingkat konsistensi yang tinggi.
2. Sebagai konsep perilaku, pembelian ulang kerap
kali dihubungkan denga loyalitas merek (brand loyality). Perbedaannya, bila
loyalitas merek mencemirkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu.
2.4 Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Zulfikar mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
pada tahun 2005 dengan judul skripsi “Pengaruh Pelayanan Terhadap Layolitas
Nasabah Asuransi PT. Asuransi Jiwa Prudantial Indonesia Cabang Banda Aceh”.
Zulfikar menyimpulkan bahwa variabel yang diteliti yaitu variabel
reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible mempunyai hubungan
yang erat dengan tingkat kepuasan nasabah. Pembuktian yang dilakukan dengan
menggunakan uji F-hitung menunjukan bahwa kelima variabel tersebut berpengaruh
signifikan terhadap loyalitas
nasabah.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Dian Yuliansyah mahasiswi
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2009 dengan judul skripsi
“Pengaruh kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Ayam Penyet Pak Ulis
Cabang Banda Aceh .”
Dian Yuliansyah menyimpulkan
bahwa uji F-hitung menunjukkan bahwa variabel
reliability, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible mempunyai hubungan
yang erat terhadap loyalitas
pelanggan, variabel yang paling dominan pengaruhnya loyalitas pelanggan yaitu variabel responsiveness dan assurance. Sedangkan
berdasarkan hasil uji F semua variabel yang diteliti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
2.5
Kerangka Pikir
Berdasarkan variabel-variabel yang diteliti ini,
memberikan pengaruh terhadap loyalitas pelanggan sebagai apresiasi terpenuhinya
harapan pelanggan cepat mendapatkan pelayanan, keinginan pelanggan atas
pelayanan yang loyal. Lebih jelasnya ditunjukkan kerangka pikir sebagai
berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual
2.6
Hipotesis
Berdasarkan
rumusan masalah dan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “Diduga Kualitas pelayanan yang terdiri dari daya
tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap Loyalitas
Pelanggan pada jasa foto kopi Tabina Kampus”.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1
Lokasi , Waktu
Penelitian dan Objek Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Jabal Ghafur tepatnya pada Organisasi Pelayanan Jasa Foto
Kopi (UD) Tabina Kampus dengan waktu penelitian berlangsung selama 2 (Dua)
bulan, mulai bulan Maret sampai Mei 2013.
3.2
Populasi dan Sampel
Populasi
adalah kelompok elemen yang lengkap, umumnya berupa orang, obyek, transaksi
atau kejadian, di mana peneliti mempelajari atau menjadikannya obyek
penelitian. Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari objek penelitian yaitu pelanggan
dan karyawan yang bertugas memberikan layanan jasa foto kopi Tabina Kampus.
Sampel
adalah suatu himpunan atau bagian dari unit populasi. Pemilihan sampel
dilakukan dengan menggunakan purposive
sampling yaitu penunjukan langsung responden sesuai kebutuhan penelitian. Jadi besar sampel dalam penelitian ini
ditetapkan 100 responden pelanggan yang berada dalam
naungan foto kopi Tabina Kampus.
3.3
Jenis dan Sumber Data
1.
Data Primer
Data
primer adalah data yang diperoleh melalui hasil penelitian langsung terhadap
obyek yang diteliti. Data tersebut diperoleh melalui metode wawancara,
observasi dan hasil kuesioner dari responden konsumen yang menggunakan jasa
layanan foto kopi Tabina Kampus.
2.
Data Sekunder
Data
Sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain dari
dokumentasi/tulisan (buku-buku, laporan-laporan, karya ilmiah dan hasil
penelitian) dan dari informasi pihak-pihak yang berkaitan dengan kajian yang
diteliti (uraian tugas, tata kerja dan referensi lainnya).
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang
relevan dan akurat dengan masalah yang dibahas. Metode pengumpulan data
tersebut adalah sebagai berikut:
4
Observasi
Observasi
adalah metode dipergunakan sebagai salah satu piranti dalam pengumpulan data
berdasarkan pengamatan secara langsung pengaruh kualitas layanan terhadapLoyalitaskonsumen
pada foto kopi Tabina Kampus.
5
Wawancara
Wawancara
yaitu dialog secara langsung untuk memperoleh informasi dari responden terpilih
dalam menghimpun informasi yang relevan dengan penelitian yang akan diadakan di
foto kopi Tabina Kampus.
6
Kuesioner
Kuesioner
adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara
tertulis yang diberikan kepada responden dengan maksud untuk memperoleh data
yang akurat dan valid.
7
Dokumentasi
Dokumentasi
yaitu data yang diperoleh melalui pencatatan-pencatatan dari dokumen-dokumen
yang terdapat pada lokasi penelitian.
3.5
Skala Pengukuran
Data hasil penelitian penelitian yang diperoleh melalui penyebaran
kuisioner dalam bentuk kualitatif dikomposisikan terlebih dahulu agar menjadi
data kuantitatif. Adapun nilai kuantitatif yang dikomposisikan dilakukan dengan
menggunakan Skala Likert dan untuk satu pilihan dinilai dengan jarak interval
1. Nilai dari pilihan tersebut antara lain : 1,2,3,4,5. Masing-masing pilihan
tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel III-1
Skala Likert
Sumber: data primer (diolah) 2014
3.6 Peralatan Analisis
Data
Berdasarkan
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka data dianalisis secara
deskriptif dan kuantitatif. Model analisis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1.
Analisis
secara deskriptif mengenai pengaruh kualitas layanan terhadapLoyalitaspelanggan
pada foto kopi Tabina Kampus.
2.
Metode
analisis regresi berganda dengan rumus: (Sudjana, 2005:47)
Y = b0 + b1X1 + b2X2
+ b3X3 + b4X4 + b5X5 +ei
Dimana:
Y =Loyalitas Pelanggan
X1 =
Responsif
X2 =
Jaminan
X3 = Bukti Fisik
X4 = Empati
X5 = Handal
b1,b2,b3,
b4, b5, = Koefisien Regresi
(Parameter)
b0 = Konstanta (Intercept)
ei = Faktor Kesalahan (error)
Selanjutnya
untuk menentukan pengaruh dan tingkat signifikan digunakan a = 0.05 atau 5% dapat diuji dengan menggunakan
uji-F dan uji-t melalui program SPSS 10.0.
3.7 Definisi
Operasional Variabel
Sesuai
dengan judul penelitian, yakni Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan
Pada Jasa Foto Kopi Tabina Kampus Gle Gapui
Kabupaten Pidie, maka variabel penelitian adalah :
Tabel III-2
Definisi Operasional Variabel
Sumber: data
primer (diolah) 2014
3.8 Pengujian Hipotesis
Hipotesis penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:
Ho : Tidak ada pengaruh pelayanan Jasa Foto Kopi terhadap Loyalitas Pada Foto Kopi Tabina
Kampus di Gle Gapui Kabupaten Pidie.
Ha : Adanya
pengaruh pelayanan Jasa Foto Kopi
terhadap Loyalitas Pada Foto
Kopi Tabina Kampus di Gle Gapui Kabupaten Pidie.
Untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini penulis menggunakan uji t yaitu pada tingkat keyakinan
(convindent interval 95%) atau tingkat kesalahannya (alpha) α sebesar 0,05.
-
Jika statistik thitung>
statistik ttabel, maka Ha diterima
-
Jika statistik thitung<
statistik ttabel, maka Ha ditolak
Selanjutnya uji F yaitu untuk mengetahui apakah kelima dimensi
kualitas pelayanan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
Loyalitas dengan ketentuan sebagai berikut:
-
Jika statistik F-hitung>
statistik F-tabel, maka Ha diterima
-
Jika statistik F-hitung<
statistik F-tabel, maka Ha ditolak
3.9 Uji Reliabilitas dan Validitas
Pengujian keandalan ditunjukkan untuk menguji sejauh mana hasil
pengukuran dapat dipercaya. Tinggi rendahnya keandalan digambar melalui
koefisien reliabilitas dalam suatu rangka tertentu. Dalam pengujian keandalan
digunakan tes konsistensi internal yaitu
sistem pengujian terhadap sekelompok tertentu, kemudian dihitung skornya dan
diuji konsistensinya terhadap berbagai item yang ada dalam kelompok tersebut.
Nilai koefisien alpha bervariasi mulai dari 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) dan
untuk nilai alphanya = 0,6 atau kurang memberi indikasi bahwa alat ukur
tersebut kurang keandalannya (Sugiyono, 2004:137)
Pengujian validitas butir-butir dari kuisioner ini menggunakan
metode korelasi product moment, dengan ketentuan jika koefisien korelasi (r)
yang diperoleh > dari pada koefisien dari tabel nilai-nilai kritis r, yaitu
pada taraf signifikan 5% atau 1% instrumen tes yang diujicobakan tersebut
dinyatakan valid.
3.10
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Asumsi klasik ini
dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi yang
dipergunakan memenuhi asumsi regresi linear klasik. Hal ini penting dilakukan
agar diperoleh parameter yang valid dan handal. Uji diagnostic ini terdiri
dari:
1.
Uji
Normalitas
Pengujian normalitas data dilakukan dengan
melihat sebaran standarrized residual pada gambar normal P-P Plot yang menunjukkan bahwa sebaran standarrized
residual berada dalam kisaran garis diagonal dan mempunyai probabilitas
Kolmogorov Smirnov Z > 0,05.
2.
Uji Multikolinearitas
Uji
Multikolinearitas berkaitan dengan situasi dimana ada hubungan linear baik yang
pasti atau mendekati pasti diantara variabel X atau independen. Uji ini menjelaskan model
regresi yang baik yang seharusnya tidak terdapat korelasi diantara variabel
independen. Apabila variabel independen memiliki angka VIF (Varience Inflation Factor) lebih kecil
dari 10, dan nilai toleransi lebih besar dari 0,10 maka dapat dikatakan tidak
memiliki multikolinearitas.
3.
Uji Heteroskedastisitas
Pengujian
heteroskedastitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatter plot. Jika ada
pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola
yang jelas, serta titik-titik menyebar
diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
UNTUK BAB SELANJUTNYA BISA MENGHUBUNGI NO INI : 085275077070
|
Home »
Skripsi Pemasaran
» ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN PADA FOTO KOPI TABINA KAMPUS GLE GAPUI KABUPATEN PIDIE
ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN PADA FOTO KOPI TABINA KAMPUS GLE GAPUI KABUPATEN PIDIE
Posted by
fadlullahse on 15 September, 2014