PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kunci keberhasilan penyelenggaraan jasa lalu lintas penerbangan adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan menjawab segala kebutuhan dan permasalahan konsumen setiap saat, di manapun dan dalam kondisi apapun secara cepat dan tepat. Oleh karena itu setiap organisasi yang bergerak di bidang pelayanan jasa lalu lintas penerbangan dituntut untuk menempatkan orientasi kepada kepuasan konsumen sebagai tujuan akhir.
Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan dalam dunia usaha penerbangan yang semakin ketat adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian jasa yang bermutu dan berkualitas. Perubahan paradigma telah memaksa setiap organisasi pelayanan jasa lalu lintas penerbangan baik pelayanan jasa lalu lintas penerbangan nasional maupun internasional untuk melakukan berbagai pembenahan. Kualitas layanan yang baik tidak hanya diukur dari kemewahan fasilitas kelengkapan teknologi dan penampilan fisik petugasnya, tetapi juga diukur dari efisiensi dan efektifitas serta ketepatan pemberian pelayanan kepada konsumen.
Pemahaman-pemahaman mengenai organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan yang mandiri, terkemuka dan berkualitas dalam memberikan pelayanan harus diterapkan dalam mengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan. Pemahaman mengenai kemandirian adalah upaya mengembangkan dan meningkatkan pelayanan organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan oleh organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan itu sendiri, terutama di bidang pelayanan jasa dan pembiayaan jasa. Terkemuka berarti memposisikan dan memberikan eksis organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan yang sejajar dengan organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan lainnya yang telah maju di Indonesia. Kualitas layanan adalah tenaga pengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan yang mempunyai kompetensi standar dari masing-masing profesi untuk memberikan pelayanan sesuai dengan responsiveness, assurance, tangible, empathy dan reliability dalam memberikan kepuasan konsumen.
Organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan Makassar Air Traffic Service Center (MATSC) Makassar adalah organisasi baru yang dibentuk di bawah manajemen PT (Persero) Angkasa Pura I dengan memfokuskan di bidang pelayanan jasa lalu lintas penerbangan di kawasan ruang udara Indonesia Timur (FIR Ujung Pandang) Divisi Operasi LLP dan Divisi Teknik Elektronika dan Listrik yang semua berada di bawah manajemen Cabang Bandara Hasanuddin, terletak di Jalan Bandara Baru Gedung MATSC Makassar.
Dalam menjalankan organisasinya, MATSC mengemban visi “menjadikan MATSC sebagai partner terpilih pada bidang pelayanan lalu lintas penerbangan secara global”, dan misi “mengutamakan pengguna jasa keselamatan penerbangan, menciptakan nilai untuk para stakeholder dan mewujudkan fasilitas communication, navigation dan surveillance (CNS) yang berkualitas. Untuk mengembangkan visi dan misi tersebut, maka sasaran MATSC tahun 2009 – 2013 adalah:
1. Pencapaian Level of Service Pelayanan ATS dan kinerja peralatan di atas standar sesuai dengan SKEP.284/X/1999.
2. Mewujudkan MATSC sebagai pusat ATS in house training di bidang penerbangan.
3. Mengupayakan pencapaian sertifikasi ISO 900 secara bertahap.
Fenomena dari bentuk-bentuk kualitas layanan yang perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan kepada konsumen yaitu dengan memberikan pelayanan yang terdiri dari: pertama, fenomena pelayanan yang responsif (responsiveness), yaitu tenaga pengelola Organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC dalam memberikan pelayanan menyadari pentingnya pelayanan yang menyenangkan dan ketangkasan dalam bekerja sesuai dengan penguasaan bidang profesi kerja yang memberikan respon yang positif dengan imej yang menyenangkan.
Kedua, fenomena pelayanan yang meyakinkan (assurance) yaitu tenaga pengelola MATSC memberikan pelayanan dengan melakukan komunikasi dengan konsumen memperlihatkan sikap ramah dan sopan, memberikan jaminan akan keselamatan dan kenyamanan sesuai mekanisme pelayanan, yang menjamin konsumen untuk loyal menggunakan jasa MATSC.
Ketiga, fenomena dari pelayanan bukti fisik (tangible), yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan penggunaan peralatan, perlengkapan dan kemampuan karyawan melayani konsumen.
Keempat, fenomena dari pelayanan empati (empathy) yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC dalam memberikan pelayanan menekankan adanya keseriusan, kepedulian dan perhatian dalam memberikan pelayanan.
Kelima, fenomena mengenai pelayanan kehandalan (reliability), yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC dalam memberikan pelayanan bekerja secara cepat dalam proses pelayanan dan memberikan pelayanan dengan tidak pilih kasih (adil dan tidak diskriminan) dengan memberikan kepercayaan kepada konsumen akan pelayanan yang berkualitas.
Fenomena kualitas layanan menjadi tujuan dalam memperbaiki pemenuhan kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima yaitu terpenuhinya harapan, keinginan dan kebutuhan konsumen. Harapan konsumen yaitu cepat mendapatkan pelayanan, keinginan konsumen yaitu pelayanan sesuai dengan jangkauan pembiayaan yang dikenakan, dan kebutuhan konsumen yaitu terpenuhinya layanan yang berkualitas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik memilih judul: “Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Konsumen ”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah kualitas layanan yang terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen?
2. Manakah kualitas layanan yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas layanan yang terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan terhadap kepuasan konsumen .
b. Untuk mengetahui dan menganalisis kualitas layanan yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen
1.3.2 Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan informasi bagi pimpinan organisasi XXXXXX dalam penerapan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen.
b. Sebagai bahan pembanding atau referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya penelitian mengenai kualitas layanan terhadap kepuasan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori terdiri atas kajian teori yang relevan dengan penelitian dan membuat hipotesis.
BAB III Metodologi Penelitian terdiri atas tempat penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data dan metode analisis.
BAB IV Gambaran Umum Perusahaan terdiri atas sejarah singkat dan perkembangan perusahaan beserta struktur perusahaannya.
BAB V Hasil dan Pembahasan terdiri dari uraian mengenai hasil yang diteliti dan dianalisis.
BAB VI Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang dianggap perlu.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Konsep Kualitas layanan
Konsep kualitas layanan pada dasarnya memberikan persepsi secara konkrit mengenai kualitas suatu layanan. Konsep kualitas layanan ini merupakan suatu revolusi secara menyeluruh, permanen dalam mengubah cara pandang manusia dalam menjalankan atau mengupayakan usaha-usahanya yang berkaitan dengan proses dinamis, berlangsung, terus menerus di dalam memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan. Hal ini sesuai dengan teori ”Quality” yang dikemukakan oleh Marcel (2003:192) bahwa keberhasilan suatu tindakan jasa ditentukan oleh kualitas. Kualitas merupakan apresiasi tertinggi dari tindakan pelayanan.
Stemvelt (2004:210) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu persepsi tentang revolusi kualitas secara menyeluruh yang terpikirkan dan menjadi suatu gagasan yang harus dirumuskan (formulasi) agar penerapannya (implementasi) dapat diuji kembali (evaluasi), untuk menjadi suatu proses yang dinamis, berlangsung, terus menerus dalam memenuhi kepuasan pelanggan. Teori ”tujuan” yang dikembangkan oleh Samuelson (2000:84) bahwa tujuan adalah asumsi kepuasan yang disesuaikan dengan tingkat kualitas layanan.
Konsep kualitas layanan pada dasarnya adalah suatu standar kualitas yang harus dipahami di dalam memberikan pelayanan yang sebenarnya tentang pemasaran dengan kualitas layanan. Hal tersebut bukan hanya bersifat cerita atau sesuatu yang mengada-ada, tetapi harus disesuaikan dengan suatu standar yang layak, seperti standar ISO (International Standardization Organization), sehingga dianggap sebagai suatu kondisi yang sehat untuk tujuan atau pemakaian, memiliki keselarasan dengan spesifikasi, kebebasan dengan segala kekurangannya, membentuk kepuasan pelanggan, memiliki kredibilitas yang tinggi dan merupakan kebanggaan.
Yong dan Loh (2003:146) memberikan suatu pengertian bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu kecocokan untuk penggunaan (fitness for yours) yang bertujuan untuk menemukan suatu pemikiran yang jelas dari proses pemikiran yang melahirkan adanya suatu pemahaman yang tidak sulit untuk dipahami, karena tujuannya jelas dan prosesnya merupakan continue quality improvement (proses yang berkelanjutan).
Tinjauan mengenai konsep kualitas layanan sangat ditentukan oleh berapa besar kesenjangan (gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan pelayanan yang diterima, dibandingkan dengan harapan pelanggan atas pelayanan yang harus diterima. Menurut Parasuraman (2001:162) bahwa konsep kualitas layanan yang diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan tersebut terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh berbagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi pelayanan yang diharapkan (Ep = Expectation) dan pelayanan yang dirasakan (Pp = Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas layanan. Lebih jelasnya dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1
Penilaian Pelanggan terhadap Kualitas layanan
![]() |
Parasuraman
(2001:165) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu pengertian yang kompleks tentang
mutu, tentang memuaskan atau tidak memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan
bermutu apabila pelayanan yang diharapkan lebih kecil daripada pelayanan yang
dirasakan (bermutu). Dikatakan konsep kualitas layanan memenuhi harapan, apabila pelayanan yang
diharapkan sama dengan yang dirasakan (memuaskan). Demikian pula dikatakan
persepsi tidak memenuhi harapan apabila pelayanan yang diharapkan lebih besar
daripada pelayanan yang dirasakan (tidak bermutu).
Konsep kualitas
layanan dari harapan yang diharapkan
seperti dikemukakan di atas, ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait
dalam memberikan suatu persepsi yang jelas dari harapan pelanggan dalam
mendapatkan pelayanan. Keempat faktor tersebut adalah:
1. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of
mouth communication), faktor ini sangat menentukan dalam pembentukan
harapan pelanggan atas suatu jasa/pelayanan. Pemilihan untuk mengkonsumsi suatu
jasa/pelayanan yang bermutu dalam banyak kasus dipengaruhi oleh informasi dari
mulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggan yang telah mengkonsumsi jasa tersebut
sebelumnya.
2. Kebutuhan pribadi (personal need), yaitu
harapan pelanggan bervariasi tergantung pada karakteristik dan keadaan individu
yang memengaruhi kebutuhan pribadinya.
3. Pengalaman masa lalu (past experience),
yaitu pengalaman pelanggan merasakan suatu pelayanan jasa tertentu di masa lalu
memengaruhi tingkat harapannya untuk memperoleh pelayanan jasa yang sama di
masa kini dan yang akan datang.
4. Komunikasi eksternal (company’s external
communication) yaitu komunikasi eksternal yang digunakan oleh organisasi
jasa sebagai pemberi pelayanan melalui berbagai bentuk upaya promosi juga
memegang peranan dalam pembentukan harapan pelanggan.
Berdasarkan
pengertian di atas terdapat tiga tingkat konsep kualitas layanan yaitu:
1. Bermutu (quality surprise), bila
kenyataan pelayanan yang diterima melebihi pelayanan yang diharapkan pelanggan.
2. Memuaskan (satisfactory quality), bila
kenyataan pelayanan yang diterima sama dengan pelayanan yang diharapkan
pelanggan.
3. Tidak bermutu (unacceptable quality),
bila ternyata kenyataan pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang
diharapkan pelanggan.
Uraian tersebut
di atas, menjadi suatu penilaian di dalam menentukan berbagai macam model
pengukuran kualitas layanan. Peter (2003:99) menyatakan bahwa untuk mengukur
konsep kualitas layanan , maka dilihat
dari enam tinjauan yang menjadi suatu penilaian dalam mengetahui konsep
kualitas layanan yang diadopsi dari
temuan-temuan hasil penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Gronroos Perceived Service Quality Model yang dibuat oleh Gronroos. Pendekatan
yang dilakukan adalah dengan mengukur harapan akan kualitas layanan (expected
quality) dengan pengalaman kualitas layanan yang diterima (experienced
quality) dan antara kualitas teknis (technical quality) dengan
kualitas fungsi (functional quality). Titik fokus dalam perbandingan itu
menggunakan citra organisasi jasa (corporate image) pemberi jasa. Citra organisasi
jasa menurut Gronroos (1990:55) sangat memengaruhi harapan dan pengalaman pelanggan,
sehingga dari keduanya akan melahirkan konsep kualitas layanan secara total.
2. Heskett’s Service Profit Chain Model. Model ini dikembangkan oleh Heskett’s (1990:120) dengan membuat rantai
nilai profit. Dalam rantai nilai tersebut dijelaskan bahwa kualitas layanan
internal (internal quality service) lahir dari karyawan yang puas (employee
satisfaction). Karyawan yang puas akan memberi dampak pada ketahanan
karyawan (employee retention) dan produktivitas karyawan (employee
productivity), yang pada gilirannya akan melahirkan kualitas layanan
eksternal yang baik. Kualitas layanan eksternal yang baik akan melahirkan
kepuasan pelanggan (customer satisfaction), loyalitas pelanggan (customer
loyalty), dan pada akhirnya meningkatkan penjualan dan profitabilitas.
3. Normann’s Service Management System. Model ini dikembangkan oleh Normann’s (1992:45)
yang menyatakan bahwa sesungguhnya jasa itu ditentukan oleh partisipasi dari pelanggan,
dan evaluasi terhadap kualitas layanan tergantung pada interaksi dengan pelanggan.
Sistem manajemen pelayanan bertitik tolak pada budaya dan filosofi yang ada
dalam suatu organisasi jasa.
4. European Foundation for Quality Management
Model (EFQM Model). Model ini
dikembangkan oleh Yayasan Eropa untuk Management Mutu dan telah diterima secara
internasional. Model ini ditemukan setelah lembaga tersebut melakukan survei
terhadap organisasi jasa yang sukses di Eropa. Organisasi dan hasil (organization
and results) merupakan titik tolak model ini, di mana kualitas layanan ditentukan
oleh faktor kepemimpinan (leadership) dalam mengelola sumberdaya
manusia, strategi dan kebijakan, dan sumberdaya lain yang dimiliki organisasi.
Proses secara baik terhadap faktor-faktor tersebut akan melahirkan kepuasan
kepada karyawan, kepuasan kepada pelanggan dan dampak sosial yang berarti, dan
ketiganya merupakan hasil bisnis yang sebenarnya.
5. Service Performance Model (SERPERF Model). Model ini dikembangkan oleh
Cronin dan Taylor yang mengukur tingkat kualitas layanan berdasarkan apa yang
diharapkan oleh pelanggan (expectation) dibandingkan dengan ukuran
kinerja (performance) yang diberikan oleh organisasi jasa dan derajat
kepentingan (importance) yang dikehendaki oleh pelanggan (Tjiptono, 1999:99).
6. Service Quality Model (SERVQUAL Model). Model ini dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml dan Berry .
Pengukuran dalam model ini menggunakan skala perbandingan multidimensional
antara harapan (expectation) dengan persepsi tentang kinerja (performance).
Uraian tersebut
di atas memberikan suatu pemahaman yang kuat bahwa di dalam menumbuhkan adanya
konsep kualitas layanan kepada
pelanggan, maka pihak organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan harus
menumbuhkan dan memberikan kekuatan terhadap pentingnya kualitas layanan yang
diberikan. Sesungguhnya kualitas layanan merupakan kualitas interaksi, kualitas
lingkungan fisik dan kualitas hasil yang diterima oleh pelanggan dalam rangka
memenuhi tingkat kepuasannya.
Menurut Gaspersz
(2003:4) pengertian dasar dari kualitas menunjukkan bahwa kata kualitas
memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional
sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya
menggambarkan karakteristik langsung dari suatu jasa seperti performansi (performance),
keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use),
estetika (esthetics) dan sebagainya, seperti kualitas interaksi,
kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil.
Di samping
pengertian kualitas seperti telah disebutkan di atas, kualitas juga diartikan sebagai segala sesuatu yang
menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan
terus-menerus, sehingga dikenal istilah “Q-MATCH” (Quality = Meets
Agreed Terms and Changes).
Dalam definisi
tentang kualitas, baik yang konvensional maupun yang strategjk, dikatakan bahwa
pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut:
1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan
jasa, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi
keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan jasa
itu.
2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas
dari kekurangan atau kerusakan.
Berdasarkan
pengertian dasar tentang kualitas di atas, tampak bahwa kualitas selalu
berfokus pada pelayanan pelanggan (customer service focused quality).
Dengan demikian jasa-jasa didesain sedemikian rupa serta pelayanan diberikan
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada segala
sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu jasa yang dihasilkan
baru dikatakan berkualitas apabila
sesuai dengan keinginan pelanggan, dimanfaatkan
dengan baik, serta dijasasi (dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar.
Dekker (2001:14)
pada dasarnya sistem kualitas modern itu dibagi menjadi tiga yaitu kualitas
desain, kualitas konfirmasi dan kualitas layanan. Lebih jelasnya diuraikan bahwa:
1. Kualitas desain, pada dasarnya mengacu kepada
aktivitas yang menjamin bahwa jasa baru atau jasa yang dimodifikasi, didesain
sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan dan harapan pelanggan serta secara
ekonomis layak untuk dikerjakan. Dengan demikian, kualitas desain adalah
kualitas yang direncanakan. Kualitas desain itu akan menentukan spesifikasi jasa
dan merupakan dasar pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan,
spesifikasi penggunaan, serta pelayanan purna jual. Kualitas desain pada
umumnya merupakan tanggungjawab pada Bagian Riset dan Pengembangan (R&D),
Rekayasa Proses (Process Engineering), Riset Pasar (Market Research)
dan bagian-bagian lain yang berkaitan.
2. Kualitas Konformansi mengacu kepada pembuatan jasa
atau pemberian jasa layanan yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan
sebelumnya pada tahap desain itu. Dengan demikian kualitas konformansi
menunjukkan tingkat sejauhmana jasa yang dibuat memenuhi atau sesuai dengan
spesifikasi jasa. Pada umumnya, bagian-bagian jasa, perencanaan dan
pengendalian jasasi, pembelian dan pengiriman memiliki tanggungjawab utama
untuk kualitas konformansi itu.
3. Kualitas pemasaran dan pelayanan purna jual
berkaitan dengan tingkat sejauhmana dalam menggunakan jasa itu memenuhi
ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan dan pelayanan purna
jual.
Tinjauan
Parasuraman (2001:152) menyatakan bahwa di dalam memperoleh kualitas layanan
jasa yang optimal, banyak ditentukan oleh kemampuan di dalam memadukan
unsur-unsur yang saling berkaitan di dalam menunjukkan adanya suatu layanan
yang terpadu dan utuh. Suatu kualitas layanan jasa akan komparatif dengan
unsur-unsur yang mendukungnya, yaitu: (1) adanya jasa jasa yang sesuai dengan
bentuk pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, (2)
penyampaian informasi yang kompleks, terformalkan dan terfokus di dalam
penyampaiannya, sehingga terjadi bentuk-bentuk interaksi antara pihak yang
memberikan pelayanan jasa dan yang menerima jasa, dan (3) memberikan
penyampaian bentuk-bentuk kualitas layanan jasa sesuai dengan lingkungan jasa
yang dimiliki oleh suatu organisasi jasa.
2.1 Unsur-unsur
Kualitas Layanan
Setiap
organisasi modern dan maju senantiasa mengedepankan bentuk-bentuk aktualisasi kualitas
layanan. Kualitas layanan yang dimaksud adalah memberikan bentuk pelayanan yang
optimal dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, harapan dan kepuasan dari
masyarakat yang meminta pelayanan dan yang meminta dipenuhi pelayanannya.
Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang berkaitan
dengan kepuasan ditentukan oleh lima
unsur yang biasa dikenal dengan istilah kualitas layanan “RATER” (responsiveness, assurance, tangible, empathy
dan reliability). Konsep kualitas
layanan RATER intinya adalah membentuk sikap dan perilaku dari pengembang
pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar
mendapat penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.
Inti dari konsep
kualitas layanan adalah menunjukkan segala bentuk aktualisasi kegiatan
pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan sesuai dengan daya
tanggap (responsiveness), menumbuhkan
adanya jaminan (assurance),
menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang
memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara
konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan.
Berdasarkan inti
dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan organisasi kerja yang
menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan aktualisasi layanan dalam
organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas
berbagai pelayanan yang diberikan oleh pegawai dalam memenuhi tuntutan
pelayanan masyarakat. Aktualisasi konsep “RATER” juga diterapkan dalam penerapan
kualitas layanan pegawai baik pegawai pemerintah maupun non pemerintah dalam
meningkatkan prestasi kerjanya.
Lebih jelasnya
dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan dengan
menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001:32) sebagai
berikut:
- Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap pegawai
dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang
sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan
kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan
tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk
pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang
bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala
bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi,
sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman, 2001:52).
Tuntutan
pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan yang
diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan
yang menerima pelayanan. Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan apabila
menemukan orang yang dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur
atau mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas
secara bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk
mengikuti syarat pelayanan yang benar, sehingga kesan dari orang yang mendapat
pelayanan memahami atau tanggap terhadap keinginan orang yang dilayani.
Pada prinsipnya,
inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi atau aktivitas
pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat ketanggapan
atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari
orang yang menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi
pertama kali, sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur
pelayanan yang cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau pemberi
pelayanan seyogyanya menuntun orang yang dilayani sesuai dengan
penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas yang tidak menimbulkan
berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh kesah dari orang yang
mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, berarti pegawai
tersebut memiliki kemampuan daya tanggap terhadap pelayanan yang diberikan yang
menjadi penyebab terjadinya pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat
kecepatan, kemudahan dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh
pegawai (Parasuraman, 2001:63).
Suatu
organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas
pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat
membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut
jelas dan dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas
layanan daya tanggap mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai
penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya
tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjelasan yang
mendetail, penjelasan yang membina,
penjelasan yang mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut
secara jelas dimengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara
langsung pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk
keberhasilan prestasi kerja. Margaretha (2003:163) kualitas layanan daya
tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang
yang diberi pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga
diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai
dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut
mengantar individu yang mendapat pelayanan mampu mengerti dan menyetujui segala
bentuk pelayanan yang diterima.
b. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu
bentuk penjelasan yang substantif dengan persoalan pelayanan yang dihadapi,
yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk
pelayanan yang dianggap masih kurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat
atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan.
d. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari
individu yang dilayani untuk menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai
ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi.
e. Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi
suatu permasalahan yang dianggap bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai
dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Uraian-uraian
di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan dalam suatu
organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan daya
tanggap atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya
tanggap dalam suatu organisasi berupa pemberian berbagai penjelasan dengan
bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat
diimplementasikan dengan baik, dengan sendirinya kualitas layanan daya tanggap
akan menjadi cermin prestasi kerja pegawai yang ditunjukkan dalam pelayanannya.
- Jaminan (Assurance)
Setiap bentuk
pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk
kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang
memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan
yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan
selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas
layanan yang diberikan (Parasuraman, 2001:69).
Jaminan atas
pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan,
sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang
handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang
diterima. Selain dari performance
tersebut, jaminan dari suatu
pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat,
yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara serius dan
sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain
yaitu jaminan terhadap pegawai yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam
memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau
karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam memberikan pelayanan
(Margaretha, 2003:201).
Inti dari bentuk
pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada kepuasan pelayanan yang
ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang menunjukkan pemberian
pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan,
sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut
diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan dilayani dengan baik
sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan
kepastian pelayanan.
Melihat
kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini diperhadapkan oleh adanya
berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan
yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang
ditunjukkannya. Suatu organisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan
memberikan pelayanan kepada orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh
suatu pelayanan yang meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan
kualitas layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
memuaskan yang diberikan, bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan komitmen
organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan
perilaku yang ditunjukkan. Margaretha (2003:215) suatu organisasi kerja sangat
memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa
organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang dapat dijamin sesuai
dengan:
a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu
setiap pegawai akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan
berkualitas, dan hal tersebut menjadi bentuk konkrit yang memuaskan orang yang
mendapat pelayanan.
b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi
sesuai dengan bentuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang
sesuai dengan aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan
pelayanan.
c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan
sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan
yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya.
Uraian ini
menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas
layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai
dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan
pelayanan yang sesuai dengan komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku
yang menarik, meyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas
layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan
prestasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.
- Bukti Fisik (Tangible)
Pengertian
bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik
dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan
pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang
yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang
sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan
(Parasuraman, 2001:32).
Berarti dalam
memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat merasakan
pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga
pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik
biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi
pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan
karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang
dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat.
Bentuk-bentuk
pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka
meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen
organisasi. Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh
individu sumberdaya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas
kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan.
Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan
memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam memberikan
pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara
fisik dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang
ditunjukkan. Dalam banyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi
hal penting dan utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan
merasakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan
baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju, pertimbangan dari para
pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas kondisi fisik
yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan. Martul
(2004:49) menyatakan bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan
bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk
imej positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian
dalam menentukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan
segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan
perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan
menunjukkan suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki
integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan
kepada orang yang mendapat pelayanan.
Selanjutnya,
tinjauan Margaretha (2003:65) yang melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang
mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas
layanan fisik mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi
fisik pelayanan tersebut. Identifikasi
kualitas layanan fisik (tangible)
dapat tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berupa:
a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan
dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif.
b. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi
dalam berbagai akses data dan inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan
dinamika dan perkembangan dunia kerja yang dihadapinya.
c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai
dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
Uraian ini
secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan sangat
ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu
kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat
secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan
teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan,
kewibawaan dan dedikasi kerja.
- Empati (Empathy)
Setiap kegiatan
atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam
kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan
pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap
pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau
mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman,
2001:40).
Empati dalam
suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian
dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk
mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat
pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi
pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin
dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan
orang yang melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan
mendapat pelayanan memiliki perasaan yang sama.
Artinya setiap
bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani diperlukan adanya
empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang membutuhkan
pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian
atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami
kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan
pelayanan yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus
dihindari, sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang
diinginkan oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.
Berarti empati
dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam memberikan suatu kualitas
layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang pegawai. Empati
tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang dilayani dengan penuh
perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam
berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani. Margaretha (2003:78)
bahwa suatu bentuk kualitas layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan
terhadap yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal yaitu:
a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai
bentuk pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa menjadi orang
yang penting.
b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas
kerja pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa
pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan.
c. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan
yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan
yang dilakukan.
d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas
berbagai hal yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam
menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan.
e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam
memberikan pelayanan atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga yang dilayani
menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan.
Bentuk-bentuk
pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para pengembang
organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan
memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai
bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan
pelayanan, sehingga dengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan kualitas
layanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.
- Kehandalan (Reliability)
Setiap
pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan
pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan,
keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga
aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan,
tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh
masyarakat (Parasuraman, 2001:48).
Tuntutan
kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan
lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan
aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi
perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya.
Inti pelayanan
kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal, mengetahui
mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai
kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu
menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk
pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak
positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, handal,
mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya (Parasuraman,
2001:101).
Kaitan dimensi
pelayanan reliability (kehandalan)
merupakan suatu yang sangat penting dalam dinamika kerja suatu organisasi.
Kehandalan merupakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari pegawai yang
memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian pelayanan dapat
terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat pengetahuan
yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang kerja yang
diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja
yang ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja. Sunyoto (2004:16)
kehandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan sangat
diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir menuntut kualitas
layanan yang tinggi sesuai kehandalan individu pegawai. Kehandalan dari seorang
pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari:
a. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang
sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap uraian kerjanya.
b. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang
terampil sesuai dengan tingkat keterampilan kerja yang dimilikinya dalam
menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien dan efektif.
c. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang
sesuai dengan pengalaman kerja yang dimilikinya, sehingga penguasaan tentang
uraian kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas sesuai
pengalamannya.
d. Kehandalan dalam mengaplikasikan penguasaan
teknologi untuk memperoleh pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil
output penggunaan teknologi yang ditunjukkan.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas layanan dari
kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan kehandalan pemberi
pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai
tersebut, sesuai dengan keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat
handal apabila tingkat pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan
pelayanan yang handal, kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan
sesuai dengan penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung setiap
pegawai untuk melaksanakan aktivitas kerjanya secara handal dan penggunaan
teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang handal untuk melakukan
berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai permasalahan kerja yang
dihadapinya secara handal.
2.2 Konsep
Kepuasan
Setiap layanan
yang diberikan, senantiasa berorientasi pada tujuan memberikan kepuasan kepada
pelanggan. PJ. Johnson dalam Purwoko (2000:208)) kepuasan seorang pelanggan
dapat terlihat dari tingkat penerimaan pelanggan yang didapatkan. Tanda dari
kepuasan tersebut diidentifikasi sebagai berikut: (1) senang atau kecewa atas
perlakuan atau pelayanan yang diterima, (2) mengeluh atau mengharap atas
perlakuan yang semestinya diperoleh, (3) tidak membenarkan atau menyetujui
sesuatu yang bertautan dengan kepentingannya, (4) menghendaki pemenuhan
kebutuhan dan keinginan atas berbagai pelayanan yang diterima. Keempat tanda
tersebut di atas akan berbeda-beda sesuai dengan bentuk pelayanan jasa yang
diterima.
Tirtomulyo
(1999:24) menyatakan bahwa untuk memperoleh kepuasan, maka seorang pengembang
pemasaran jasa harus memperhatikan pemenuhan kepuasan pelanggan. Pelanggan yang
puas akan menjadi pioneer atau penentu untuk kontinuitas berlangsungnya suatu
bisnis jasa. Syarat dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan diketahui dari
adanya sikap: senang, sering berkunjung, memberitahu temannya, dan memberikan
solusi atas apa yang dirasakan atas pelayanannya. Secara pribadi, pelanggan yang
puas akan loyal terhadap berbagai penawaran jasa yang diberikan.
Menurut Keagen
dalam buku karya Tjiptono (2004:24) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua hal yaitu keluhan dan
harapan pelanggan terhadap jasa yang diterima. Apabila menerima perlakuan yang
baik, sesuai dan memuaskan pelanggan akan merasa terpenuhi harapannya, ditandai
dengan adanya perasaan senang. Sedangkan apabila penerimaan perlakuan kurang
baik, tidak sesuai, memberi kesan negatif dan tidak memuaskan, dianggap bahwa
pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan, yang menyebabkan pelanggan
mengeluh, keluhan tersebut menandakan bahwa pelanggan merasa kecewa.
Engel (1990:23)
kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesannya terhadap hasil suatu jasa dan harapan-harapannya.
Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja berada
di bawah harapan, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja melebihi harapan,
maka pelanggan akan merasa amat puas atau senang. Dalam kaitan itu, maka faktor
kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menjadi elemen penting dalam
memberikan atau menambah nilai bagi pelanggan.
Konsep dan teori
mengenai kepuasan pelanggan telah berkembang pesat dan telah mampu
diklasifikasikan atas beberapa pendekatan. Salah satu pendekatan yang paling
populer yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan adalah teori The
Expectancy Disconfirmation Model dari Zeithaml (1990:167). Lebih jelasnya
dapat dilihat pada model di bawah ini:
Gambar 2.2
Model Expectancy Disconfirmation
![]() |
Sumber: Zeithaml, 1990:1967
Teori ini
menekankan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh suatu proses
evaluasi pelanggan, dimana persepsi tersebut mengenai hasil suatu jasa atau
jasa dibandingkan dengan standar yang diharapkan. Proses inilah yang disebut
dengan proses diskonfirmasi.
Rangkuti
(2003:40) kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat
kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil
persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja
jasa tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.3
Proses Kepuasan
Pelanggan
![]() |
Sumber: Rangkuti (2003:40)
Salah satu
faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas layanan yang terdiri
dari 5 dimensi pelayanan. Kesenjangan merupakan ketidaksesuaian antara
pelayanan yang dipersepsikan (perceived service) dan pelayanan yang
diharapkan (expected service).
Gambar 2.4
Kesenjangan yang Dirasakan oleh Pelanggan
![]() |
Sumber: Rangkuti (2003:42)
Kesenjangan
terjadi apabila pelanggan mempersepsikan pelayanan yang diterimanya lebih
tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada adequate
service kepentingan pelanggan tersebut. Dengan demikian, pelanggan dapat
merasakan sangat puas atau sebaliknya sangat kecewa.
Zeithaml
(1990:42) model perceptual mengenai kualitas
layanan dapat menjelaskan proses terjadinya kesenjangan atau ketidaksesuaian
antara keinginan dan tingkat kepentingan berbagai pihak yang terlibat dalam
penyerahan jasa/jasa. Untuk detailnya dapat dilihat Gambar 2.5 berikut:
Gambar 2.5
Model Gap Service
Quality
![]() |
Sumber:
Zeithaml (1990:43)
Berdasarkan gaps model of service quality di atas,
ketidaksesuaian muncul dari lima
macam kesenjangan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Satu kesenjangan (gap), yaitu kesenjangan
kelima yang bersumber dari sisi penerima pelayanan (pelanggan).
2. Empat macam kesenjangan, yaitu kesenjangan
pertama sampai dengan empat, bersumber dari penyedia jasa (manajemen).
Kepuasan
pelanggan dapat dinyatakan sebagai suatu rasio atau perbandingan dengan
merumuskan persamaan kepuasan pelanggan sebagai berikut: Z = X/Y, dimana Z
adalah kepuasan pelanggan, X adalah kualitas yang dirasakan oleh pelanggan dan
Y adalah kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Jika pelanggan merasakan
bahwa kualitas layanan jasa melebihi kebutuhan, keinginan dan harapannya, maka
kepuasan pelanggan akan menjadi tinggi atau paling sedikit bernilai lebih besar
dari satu (Z > 1). Sedangkan pada sisi lain, apabila pelanggan merasakan
bahwa kualitas dari jasa lebih rendah atau lebih kecil dari kebutuhan,
keinginan dan harapannya, maka kepuasan pelanggan menjadi sangat tergantung
pada persepsi dan ekspektasi pelanggan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan dan ekspektasi pelanggan menurut Gaspersz (2003:35)
terdiri dari:
1. “Kebutuhan dan keinginan” yang berkaitan dengan
hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi
dengan produsen jasa. Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar,
harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.
2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika
menggunakan jasa pelayanan dari organisasi jasa maupun pesaing-pesaingnya.
3. Pengalaman dari teman-teman, yang menceritakan
mengenai kualitas layanan jasa yang dirasakan oleh pelanggan itu. Hal ini jelas
mempengaruhi persepsi pelanggan terutama pada jasa-jasa yang dirasakan berisiko
tinggi.
4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi pelanggan. Orang-orang di bagian penjualan
dan periklanan seyogyanya tidak membuat kampanye yang berlebihan melewati
tingkat ekspektasi pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak
mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap
persepsi pelanggan tentang pelayanan jasa yang diberikan.
Penyelenggaraan
suatu pelayanan, baik kepada pelanggan internal maupun eksternal, pihak
penyedia dan pemberi pelayanan harus selalu berupaya untuk mengacu kepada tujuan
utama pelayanan yaitu kepuasan pelanggan (consumer satisfaction) atau
kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Barata
(2001:15), sebagai pihak yang melayani tidak akan mengetahui apakah pelanggan
yang dilayani puas atau tidak, karena yang dapat merasakan kepuasan dari suatu
layanan hanyalah pelanggan yang bersangkutan. Tingkat kepuasan yang diperoleh
para pelanggan biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang
atau jasa yang dinikmati serta layanan lain berupa layanan pra-jual, saat transaksi
dan purna jual.
Ukuran standar
kualitas yang ditentukan oleh produsen barang atau jasa belum tentu sama dengan
ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh pelanggan. Misalnya, apabila dalam
memberikan pelayanan yang sama kepada pelanggan yang berbeda, maka tingkat
kepuasan yang dirasakan oleh masing-masing pelanggan akan berbeda. Dalam hal
ini, tentu saja pernyataan pelanggan akan sangat beragam, tergantung citarasa
yang bersangkutan.
Sebagai pihak
yang melayani hanya akan tahu tingkat kepuasan masing-masing pelanggan dari
pernyataan pelanggan yang bersangkutan. Dalam hal ini, tentu saja sifatnya
subyektif dan kita tidak akan pernah tahu secara pasti apakah pernyataan dari
pelanggan itu benar-benar tulus atau hanya sekedar basa-basi.
Oemi (1995:155)
sifat kepuasan sangat bersifat subyektif, sehingga sulit sekali untuk
mengukurnya. Namun, walaupun demikian, tentu saja harus tetap berupaya
memberikan perhatian kepada pelanggan (customer care) dengan segala
daya, sehingga paling tidak, kita dapat memberikan layanan terbaik, yang
dimulai dari upaya menstandarkan kualitas barang atau jasa sampai dengan
pelaksanaan penyerahannya pada saat berhubungan langsung dengan pelanggan,
dengan standar yang diperkirakan dapat menimbulkan kepuasan yang optimal bagi pelanggan.
Peningkatan
kepuasan pelanggan dapat dipahami dari ekspektasi pelanggan dari suatu alat
yang disebut jendela pelanggan (customer window) yang diperkenalkan oleh
ARBOR Inc. dalam suatu riset pasar dan TQM yang mendesain beberapa inti simple
grid yang mewakili inti dari Jendela Pelanggan. Jendela Pelanggan membagi
karakteristik pelayanan jasa ke dalam empat kuadran, yaitu:
1. Pelanggan menginginkan karakteristik itu,
tetapi ia tidak mendapatkannya.
2. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, dan
ia mendapatkannya.
3. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu,
tetapi ia mendapatkannya.
4. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu,
dan ia tidak mendapatkannya.
Lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.6 di bawah ini:



Jendela Pelanggan
Sumber:
Oemi (1995:155)
Menggunakan
jendela pelanggan sebagai alat analisis, dapat mengetahui apakah posisi jasa
berada di kotak A, B, C atau D. Posisi terbaik apabila berada dalam kotak B (Bravo),
hal ini pelanggan memperoleh apa yang diinginkannya dari mengkonsumsi jasa yang
ditawarkan, sehingga pelanggan akan puas. Apabila posisi berada dalam kotak A (Attention),
dalam hal ini membutuhkan perhatian karena pelanggan tidak memperoleh apa yang
diinginkannya, sehingga pelanggan menjadi tidak puas.
Jika posisi
berada dalam kotak C (Cut or Communicate), maka harus menghentikan
penawaran atau berusaha mendidik pelanggan tentang manfaat dari karakteristik jasa
yang ditawarkan, karena dalam posisi ini pelanggan memperoleh apa yang tidak
diinginkannya. Sedangkan apabila posisi berada di dalam kotak D (Don’t Worry
Be Happy), maka tidak menjadi masalah karena pelanggan tidak memperoleh apa
yang tidak diinginkannya.
Teori-teori di
atas dengan kaitannya terhadap tingkat kepuasan pelanggan, dapat tercermin dari
adanya perasaan senang, tidak mengeluh dan mendapatkan pelayanan yang
konsisten. Apabila pihak pengembang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan,
maka penerapan kualitas layanan dapat diterima dengan baik oleh pelanggan.
Syamsuddin
(1999:220) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan sangat relatif tergantung dari
tingkat penerapan konsep pemasaran jasa, yang umumnya menerapkan konsep kualitas
layanan. Penerapan konsep kualitas layanan dianggap memberikan kepuasan kepada
pelanggan apabila pelanggan merasa senang, tidak mengeluh dan mendapatkan
pelayanan yang konsisten.
2.3 Kerangka Pikir
Organisasi
layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC berupaya untuk meningkatkan kepuasan
konsumen dengan menerapkan kualitas layanan. Kualitas layanan yang diterapkan
meliputi daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan.
Pentingnya daya
tanggap sebagai bentuk pemberian pelayanan yang diberikan kepada konsumen
sesuai tingkat pemahaman dan tindak lanjut dalam merespon suatu pelayanan yang
diterima berupa menunjukkan pelayanan yang menyenangkan, kecakapan dalam
pelayanan, menciptakan respon yang positif.
Demikian pula
jaminan menjadi bentuk pemberian pelayanan yang berkualitas sesuai dengan
komitmen harapan yang diberikan kepada konsumen dengan memperlihatkan sikap
ramah/sopan, menjamin keselamatan dan kenyamanan konsumen dalam mendapatkan pelayanan
jasa lalu lintas penerbangan.
Bukti fisik
menjadi hal penting bagi konsumen, hal tersebut yang memberikan suatu apresiasi
bagi konsumen dalam melihat pelayanan sesuai ketersediaan sarana, fasilitas dan
keahlian karyawan yang secara nyata diterapkan kepada konsumen mulai dari
ketersediaan peralatan yang modern, perlengkapan yang tersedia lengkap dan
tenaga staf yang menguasai bidang tugasnya.
Empati
diperlukan di dalam memenuhi kepuasan konsumen yang berkaitan dengan
bentuk-bentuk sikap dan kepedulian dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Selain
itu, dituntut organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC untuk
mengembangkan kehandalan dalam pemberian pelayanan yang utama dan unggul tanpa
diskriminan sesuai dengan proses pelayanan yang cepat, tidak pilih kasih dan
memberikan kepercayaan kepada konsumen.
Berdasarkan
variabel-variabel yang diteliti ini, memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen
sebagai apresiasi terpenuhinya harapan konsumen cepat mendapatkan pelayanan,
keinginan konsumen atas pelayanan yang memuaskan. Lebih jelasnya ditunjukkan
kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 2.7
Kerangka Konseptual
![]() |
2.4 Hipotesis
Berdasarkan
rumusan masalah dan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Kualitas layanan yang terdiri dari daya tanggap,
jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen
XXX
2. Kualitas layanan bukti fisik yang dominan
berpengaruh terhadap kepuasan konsumenXXX .
BAB III

1.1 Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Kota Makassar tepatnya pada organisasi layanan jasa lalu lintas
penerbangan MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I dengan waktu penelitian
berlangsung selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan September sampai November 2011.
1.2 Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang
relevan dan akurat dengan masalah yang dibahas. Metode pengumpulan data
tersebut adalah sebagai berikut:
1.2.1
Observasi
Observasi adalah metode
dipergunakan sebagai salah satu piranti dalam pengumpulan data berdasarkan
pengamatan secara langsung pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen
pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I.
1.2.2
Wawancara
Wawancara yaitu dialog secara
langsung untuk memperoleh informasi dari responden terpilih dalam menghimpun
informasi yang relevan dengan penelitian yang akan diadakan di MATSC PT
(Persero) Angkasa Pura I.
1.2.3
Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan
data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara tertulis yang diberikan
kepada responden dengan maksud untuk memperoleh data yang akurat dan valid.
1.2.4
Dokumentasi
Dokumentasi yaitu data yang
diperoleh melalui pencatatan-pencatatan dari dokumen-dokumen yang terdapat pada
lokasi penelitian.
1.3 Jenis
dan Sumber Data
1.3.1
Data
Primer
Data primer adalah data yang
diperoleh melalui hasil penelitian langsung terhadap obyek yang diteliti. Data
tersebut diperoleh melalui metode wawancara, observasi dan hasil kuesioner dari
responden konsumen yang menggunakan jasa layanan MATSC PT (Persero) Angkasa
Pura I.
1.3.2
Data
Sekunder
Data Sekunder adalah data yang
diperoleh dari berbagai sumber antara lain dari dokumentasi/tulisan (buku-buku,
laporan-laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian) dan dari informasi
pihak-pihak yang berkaitan dengan kajian yang diteliti (uraian tugas, tata
kerja dan referensi lainnya).
1.4 Populasi
dan Sampel
Populasi adalah
kelompok elemen yang lengkap, umumnya berupa orang, obyek, transaksi atau
kejadian, di mana peneliti mempelajari atau menjadikannya obyek penelitian. Populasi
merupakan jumlah keseluruhan dari objek penelitian yaitu pilot dan co pilot
yang bertugas memberikan layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC.
Sampel adalah
suatu himpunan atau bagian dari unit populasi. Pemilihan sampel dilakukan
dengan menggunakan purposive sampling
yaitu penunjukan langsung responden sesuai kebutuhan penelitian. Jadi besar sampel dalam penelitian ini
ditetapkan 100 responden pilot yang berada dalam naungan MATSC.
1.5 Metode
Analisis Data
Berdasarkan
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka data dianalisis secara
deskriptif dan kuantitatif. Model analisis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Analisis secara deskriptif mengenai pengaruh kualitas
layanan terhadap kepuasan konsumen pada MATSC
PT (Persero) Angkasa Pura I.
2. Metode analisis regresi berganda dengan rumus:
(Sudjana, 1999:47)
Y = b0 + b1X1
+ b2X2 + b3X3 + b4X4
+ b5X5 +ei
Dimana:
Y = Kepuasan Konsumen
X1 =
Responsif
X2 =
Jaminan
X3 = Bukti
Fisik
X4 = Empati
X5 = Handal
b1,b2,b3,
b4, b5, = Koefisien
Regresi (Parameter)
b0 = Konstanta
(Intercept)
ei = Faktor
Kesalahan
Selanjutnya
untuk menentukan pengaruh dan tingkat signifikan digunakan a = 0.05 atau 5% dapat diuji dengan menggunakan
uji-F dan uji-t melalui program SPSS 10.0.
1.6 Definisi
Operasional
Definisi
operasional digunakan agar tidak menimbulkan penafsiran ganda yaitu dengan
memberikan batasan terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu:
1. Kepuasan konsumen adalah hasil penilaian secara
menyeluruh terhadap tingkat penerimaan dan tanggapan yang dirasakan atas
pemberian pelayanan yang diberikan oleh karyawan MATSC PT (Persero) Angkasa
Pura I guna memuaskan konsumen. Indikator kepuasan adalah terpenuhinya harapan,
keinginan dan kebutuhan konsumen.
2. Daya tanggap adalah bentuk pemberian pelayanan
yang diberikan kepada konsumen sesuai tingkat pemahaman dan tindak lanjut dalam
merespon suatu pelayanan yang diterima. Indikatornya adalah pelayanan yang
menyenangkan, kecakapan dalam pelayanan, menciptakan respon yang positif.
3. Jaminan adalah bentuk pemberian pelayanan yang
sesuai dengan komitmen harapan kepuasan pelayanan yang diberikan kepada konsumen.
Indikatornya adalah memperlihatkan sikap ramah/sopan, menjamin keamanan dan
keselamatan konsumen serta pelayanan jasa lalu lintas penerbangan yang
memuaskan.
4. Bukti fisik adalah pemberian pelayanan sesuai
ketersediaan sarana, fasilitas dan keahlian karyawan yang secara nyata
diterapkan kepada konsumen. Indikatornya adalah peralatan yang modern,
perlengkapan yang tersedia lengkap dan tenaga staf yang menguasai bidang
tugasnya.
5. Empati adalah suatu sikap dan kepedulian dalam
memberikan bentuk pelayanan kepada konsumen. Indikatornya adalah keseriusan memberikan
pelayanan, perhatian dan peduli kepada konsumen yang membutuhkan layanan jasa
lalu lintas penerbangan.
6. Kehandalan adalah pemberian pelayanan yang
utama dan unggul tanpa diskriminan untuk pelayanan jasa lalu lintas penerbangan.
Indikatornya proses pelayanan yang cepat, tidak pilih kasih dan memberikan
kepercayaan kepada konsumen.
Semua variabel dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan Skala Likert. Penggunaan Skala Likert tersebut
dilakukan dengan angka pilihan yang diarahkan dengan nilai terendah minimal 1
dan nilai tertinggi maksimal 5.
DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaluddin, dan
Singarimbun, 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES Jakarta.
Arisutha, Damartaji, 2005. Dimensi Kualitas Pelayanan. Penerbit
Gramedia Pustaka, Jakarta .
Barata, Atep. D., 2001. Pelayanan Prima. Elex Media Komputindo, Jakarta .
Dekker, A. Steven, 2001. Measure Service Quality: Reexamination and
Extension. Journal of Marketing. Vol. 56. July, 55-68. (Diterjemahkan oleh
Sutanto).
Engel, James, 1990.
(Diterjemahkan oleh Purwoko) Satisfaction; A Behavioral Perspective On The
Consumer. Mc-Graw Hill Companies Inc., USA.
Gaspersz, Vincent, 2003. Manajemen
Bisnis Total - Total Quality Management. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta .
Gronroos, Michael, 1990. Perceived
Service Quality Model. Published Ohio University
Press, California .
Hesketts, Robert, 1990. Service
Profit Chain Model. Prentice Hall, California Press.
Marcel, Davidson, 2003. Service Quality in Concept and Theory.
Published by American Press ,
USA .
Margaretha, 2003. Kualitas Pelayanan: Teori dan Aplikasi.
Penerbit Mandar Maju, Jakarta .
Martul, Shadiqqin, 2004. Implementasi Dimensi Kualitas Pelayanan
Konsumen. Penerbit Sinar
Grafika,Jakarta .
Norman, Davis, 1992. Service Management
System. Prentice Hall Ohio University Press ,
USA .
Oemi, 1995. (Diterjemahkan oleh Purwoko) Measuring Customer Satisfaction; Survey
Design, Use and Statistical Analysis Methods. ASQ Quality Press, Wisconsin,
USA.
Parasuraman, A. Valerie, 2001.
(Diterjemahkan oleh Sutanto) Delivering Quality Service. The Free Press,
New York.
Peter, J.H., 2003. Service Management in Managing The Image. Trisakti University, Jakarta.
Purwoko, Bambang, A., 2000. Asocial
Security Highlight in Indonesia :
An Economic Perspective.
Komunika Jaya Pratama, Jakarta .

Samuelson, Jeniston, 2000. Application of Quality Service Theory.
Published by John Wiley and Sons, USA .
Stemvelt, Robert C., 2004. (Diterjemahkan oleh Purwoko) Perception of Service Quality. Allyn and
Bacon, Massachusetts.
Sunyoto, Hamingpraja, 2004. Jaminan Kualitas Pelayanan Konsumen.
Penerbit Liberty, Yogyakarta .
Syamsuddin, 1999. Kepuasan Konsumen dalam Pemasaran Jasa.
Penerbit Tarsito, Bandung .
Tirtomulyo, Abadi, 1999. Peningkatan
Kepuasan Konsumen dalam Tinjauan Pemasaran Jasa. Penerbit Rajawali Press, Jakarta .
Tjiptono, Fandy, 2004. Kepuasan dalam Pelayanan. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta .
Yong, C.Z., Yun, Y.W., Loh, L., 2003. (Diterjemahkan
oleh Sutanto). The Quest for Global
Quality. Pustaka Delapratasa, Jakarta.
Zeithaml, Bitner, 1990. (Diterjemahkan oleh Purwoko) The
Concept of Customer Satisfaction. The McGraw-Hill Companies. Inc. USA.